Dokter Sunardi Tewas Ditembak Densus, Suteki: Inikah Potret Penanganan Terorisme dengan ExtraJudicial Killings (EJKs) di Tengah Industri Hukum?

B.  Beberapa Fakta Adanya Terduga Teroris Yang Terbunuh Sebelum Proses Peradilan.

1. Kasus Terbunuhnya Terduga Teroris Siyono (Klaten), 2016.

Mungkin para netizen masih ingat terbunuhnya TERDUGA teroris di Klaten Jawa Tengah. Tepat tanggal 11 maret 2020, sudah 4 tahun berlalu Siyono, warga Klaten terbunuh di tangan aparat Densus 88 karena diduga menjadi anggota kelompok teroris. Terdapat dugaan kuat bahwa Siyono terbunuh  sebelum proses pembuktian di pengadilan. Siyono terbunuh di tangan anggota Densus 88 dengan dalih melakukan perlawanan.

Siyono adalah warga desa Brengkungan, Cawas, Klaten ditangkap Densus 88 dalam kondisi sehat atas dugaan terkait terorisme. Namun, tak lama kemudian dia dipulangkan dalam kondisi tak bernyawa. Hasil autopsi yang dilakukan tim independen Komnas HAM dan Muhammadiyah menyebutkan, Siyono meninggal karena sejumlah patah tulang di bagian dada yang menyebabkan pendarahan di jantung.

Ditengarai ada 2 anggota Densus 88 yang terlibat langsung dalam terbunuhnya Siyono. Kedua anggota Densus 88 tersebut adalah AKP H dan AKBP MT. Adapun sanksi yang dituntut kepada dua anggota Densus 88 tersebut adalah kewajiban untuk menyatakan permohonan maaf atas kekeliruan mereka kepada institusi Polri dan masyarakat. Sanksi lain yang juga diusulkan adalah pemberhentian dengan tidak hormat. Selain itu, ada pula opsi untuk memutasikan dua anggota tersebut ke satuan lain.

Pada akhirnya, kedua anggota Densus 88 yang terbukti bersalah akhirnya diberikan sanksi internal dari kepolisian berupa mutasi dan dibebastugaskan dari kesatuan Densus 88. Dalam hal ini, Komnas HAM menilai bahwa hukuman tersebut belum setimpal melihat dampaknya yang menghilangkan nyawa seorang warga negara Indonesia. “Jadi selama ini yang sudah dilakukan negara kan, baru melakukan sanksi dan pertanggungjawaban dari anggota Densus secara internal. Idealnya, pasca reformasi itu siapapun polisi yang melakukan kriminal juga dilakukan pengadilan pidana di pengadilan umum, seperti masyarakat lainnya,” ungkap Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution saat dihubungi Kiblat.net, Rabu (08/03/2017) di Depok.

Sebelumnya, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — memberitakan bahwa cara-cara penindakan dan pencegahan terorisme yang dilakukan Detasemen Khusus 88 (Densus 88) menjadi sorotan publik. Hal ini terjadi setelah terduga teroris dari Klaten, Jawa Tengah, Siyono (34 tahun) tewas di tangan pasukan antiteror itu pada waktu itu.

Pengamat terorisme dari Certified International Investment Analyst (CIIA), Harist Abu Ulya mengatakan, kasus yang menimpa Siyono bukanlah yang pertama kali terjadi. Menurutnya, penangkapan yang dilakukan aparat Densus 88 sering kali tidak sesuai dengan prosedur.

Dia pun tak heran kematian terduga teroris bisa sering terjadi karena personil pasukan khusus itu bertindak secara tidak profesional. “Setidaknya sudah 120 terduga teroris yang tewas dalam proses penangkapan. Padahal, ini jelas prosedur hukumnya penangkapan, berarti mereka tidak profesional” kata Harits kepada Republika.co.id, Rabu (16/3/2016).