Dokter Sunardi Tewas Ditembak Densus, Suteki: Inikah Potret Penanganan Terorisme dengan ExtraJudicial Killings (EJKs) di Tengah Industri Hukum?

Oleh: Pierre Suteki

A. Pengantar

Tragedi dalam penegakan hukum sangat mungkin terjadi mana kala dalam menegakkan hukum aparat justru melakukan pelanggaran hukum dan apalagi pelanggaran HAM. Hukum sebagaimana karakternya mempunyai sifat mengatur sesuai dengan pakem yang ditentukan, biasanya dituangkan dalam Kitab Hukum Acara sehingga due process of law menjadi sangat penting dalam upaya hukum untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) serta menghadirkan keadilan di tengah masyarakatnya (bringing justice to the people).

Ada empat fakta hukum yang dijadikan sandaran analisis singkat artikel ini, yaitu terbunuhnya terduga teroris (1) Siyono warga Klaten pada tahun 2016, (2) Qidam Alfarizki warga Poso Sulawesi Tengah yang ditembak mati pada tanggal 9 April 2020,  (3) Muhammad Jihad Ikhsan warga Ngruki, Sukoharjo yang ditembak mati pada tanggal 10 Juli 2020 oleh aparat kepolisian RI, dan (4) yang baru saja terjadi tanggal 9 Maret 2022 adalah dibunuhnya dr. Sunardi di Sukoharjo Jawa Tengah. Densus 88 Antiteror Mabes Polri telah melakukan penindakan yang menewaskan seorang yang diduga terlibat kasus terorisme. Korban yang tewas tersebut ternyata seorang dokter.

Empat fakta hukum tersebut memiliki kemiripan terkait dengan pemberantasan terorisme di tanah air Indonesia. Kemiripan itu terletak pada pelakunya, yakni sama-sama masih berstatus TERDUGA TERORIS.

Keempat terduga teroris, yakni Siyono, Qidam Alfarizki, Muhammad Jihad Ikhsan dan dr. Sunardi meregang nyawa sebelum ada vonis pengadilan untuk menentukan salah benar perbuatannya. Apakah hal tersebut dapat dibenarkan dari sisi hukum, moral dan Hak Asasi Manusia? Apakah keempat fakta hukum tersebut menunjukkan bahwa dalam proses penanganan dugaan terorisme telah terjadi pembunuhan di luar peradilan (extrajudicial killings)?