Djoko Edhie Abdurrahman: “Nadiem, Mundurlah!”

Pendidikan ternyata tak boleh revolusioner. Saya kutip petisi para ahli AI (artificial intelligent) dari Silicon Valley di Konferensi Musim Panas di Montreal tahun 1954: “Kami takkan menyerahkan pendidikan kepada komputer”, bunyi petisi itu.  Sampai kini, petisi itu tak berubah. Silahkan AI berrevolusi.

Nadiem kini akan mengimpor ahli pendidikan ke Indonesia. Sebab, kata Nadiem, Indonesia tak punya ahli pendidikan. Ente bertanya ke Prof Conni Semiawan dong, mantan Rektor IKIP Jakarta. Butuh berapa ente?

Tapi barang impor si Nadiem itu, semuanya beragama non muslim. Mengerikan si Nadiem. Pantas resiko itu tak terasa, sebab yang pasang dia adalah Presiden Jokowi, yang sekolahnya insinyur bagian perkayuan. Saya mengimbau para orangtua murid bikin petisi yang meminta Nadiem mengundurkan diri daripada pendidikan anak-anak kita rusak oleh orang yang layak. Atau si Nadiem direshuffle karena permintaan orangtua murid.

Nadiem tak lebih dari kapitalis, penghisap darah kaum miskin penarik Ojol. Ia tak lebih dari pemakan rente ekonomi. Sama dengan Jokowi. Saya kutip artikel anonim berjudul “Nadiem, Melepas Tanggungjawab” berikut.

Dari kemaren, grup driver online riuh. Nadiem makarim jadi menteri. Ramai sumpah serapah pada Nadiem karena dianggap dia belum berhasil sejahterakan driver online dengan janji yang pernah ia berikan.

Awal buka gojek, aplikator memberikan iming-iming pendapatan yang melimpah. Selain itu, aplikator juga memberikan bonus pada mitra yang berhasil membawa teman, kerabat untuk bergabung jadi mitra.

Jutaan orang mendaftar jadi driver online (DO). Testimoni ala MLM bertebaran, betapa jadi DO sangat menjajikan penghasilannya. Pendapatan diluar bonus bisa mencapai ratusan ribu/hari. Jika ditambah bonus, bisa 500-700ribu yang diterima.