Eramuslim.com – Din Syamsudin, mantan ketua umum Muhammadiyah dua periode, mulai diolok2 dan dihujat alumni ITB, yang meminta dia turun dari posisinya sebagai anggota Majelis Wali Amanah ITB.
Hujatan ini berlangsung setelah Din mengungkapkan pikiran dan perasaannya atas putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilpres lalu. Poin kritis dia adalah ‘Jika rakyat meyakini ada pengabaian nilai moral, bahwa para hakim MK itu patut diduga membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, seperti membenarkan kecurangan, maka rakyat mempunyai hak dan kewajiban melakukan koreksi moral”, lalu Din mengatakan kesamaan perasaannya pada perasaan rakyat. Din meminta rakyat menghormati keputusan MK, mencatat adanya kebangkrutan moral bangsa dan sekaligus meminta kaum intelektual mengeksaminasi keputusan MK tersebut.
Sebagai cendikiawan (Muslim), Din telah menempatkan dirinya seperti yang dimaksud Julien Benda (the Betrayel of intellectuals, 1927), bahwa seorang cendikiawan adalah pengikut kaum filosof dari jaman Aristotles, Plato dlsb, yang tidak menggadaikan diri untuk sekedar mencari keuntungan diri sendiri dengan menipu hatinya. Yakni suara hati harus bebas dari kepentingan sesaat, apalagi material/kekuasaan.
Sebaliknya, kebanyakan intelektual berubah menjadi pencari kenikmatan material, kekuasaan bahkan sebagai provokator kebencian (the intellectual organization of political hatreds).