Diam-Diam China Bangun Pulau Reklamasi di LCS

Dalam amar putusan setebal 497 halaman, Mahkamah menyatakan klaim China tersebut tidak memiliki dasar hukum, dan menolak hak sejarah China di LCS.

Keputusan itu juga menjelaskan bahwa pulau buatan China di atas terumbu karang di kawasan itu tidak dapat dianggap sebagai zona ekonomi eksklusif (EEZ) 200 mil dan wilayah perairan 12 mil karena ketakmampuan menyangga kehidupan manusia di pulau buatan dan tak memenuhi syarat-syarat sebagai EEZ maupun landas kontinen sesuai dengan hukum internasional.

Selain itu, putusan Mahkamah juga menekankan bahwa kekuatan patroli China bisa berbahaya bila ditabrak kapal nelayan. Pembangunan dan pengoperasian China menyebabkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan pada terumbu karang di LCS.

Pengadilan menetapkan bahwa China telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina di ZEE-nya karena menghalangi kapal penangkap ikan dan kapal eksplorasi dari Filipina, membangun sebuah pulau buatan. Juga, dinyatakan bahwa nelayan Filipina dan nelayan China memiliki hak mencari ikan di Scarborough Shoal –namun pada kenyataannya China turun mengintervensi untuk mencegah akses nelayan Filipina ke laut.

Segera setelah putusan Pengadilan keluar, Beijing mengumumkan tidak dapat menerima dan tidak mengakui hasil penilaian itu. Departemen Luar Negeri, Departemen Pertahanan Nasional, dan banyak media China secara bersamaan mendesak putusan Mahkamah Internasional mengenai gugatan Laut China Selatan dihentikan.

Tindakan China setelah keputusan

China terus melobi negara-negara kawasan demi sikapnya yang absurd, mengabaikan hukum dan juga masyarakat internasional. Pada tanggal 14 May 2018, China menerbitkan sebuah buku yang mengkaji keputusan Arbitrase PBB untuk LCS. Aksi China itu merupakan argumen untuk mempertahankan sikapnya, yang menimbulkan reaksi negara-negara yang terkait di kawasan.

Keputusan PCA memiliki dasar hukum internasional yang penting sesuai Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS). Semua negara di kawasan itu, termasuk Chin,a telah menandatangani dan meratifikasi. Konvensi dan dokumen ini memiliki dasar hukum umum untuk penyelesaian sengketa maritim.

Setelah keputusan PCA keluar, China terus merenovasi, menyempurnakan, dan mempersenjatai pulau-pulau buatan di Kepulauan Spratly yang diklaim oleh Vietnam. China telah membangun dan menyempurnakan pulau buatan serta melakukan militerisasi pulau-pulau ini di LCS dengan sarana paling modern.

Dilaporkan telah terjadi perubahan ukuran di beberapa pulau karang.Total luas pulau yang diklaim China di Spratly sekitar 1.300 hektar. Ini adalah pekerjaan yang dapat dikatakan merupakan skala terbesar di dunia di planet yang tidak pernah memiliki renovasi besar sebelumnya.

Setelah keputusan Mahkamah, China terus menunjukkan eksistensinya atas pulau-pulau buatan itu dan berfokus pada membangun pangkalan militer yang dilengkapi dengan dua bandar udara untuk melayani naik-turunnya pesawat-pesawat tempur, seperti J10, J11, SU 30MK, MiG 29, sejumlah hanggar dan fasilitas pendukung lainnya.