George W. Bush, sejak menjadi Presiden AS, mempunyai impian mendirikan "dua negara untuk dua bangsa (Palestina dan Israel) berdampingan dengan damai”, lantas apa yang akan terjadi dengan Palestina pasca-lengsernya Bush dan naiknya Barack Obama?
Sejak tahun 1967, tidak ada satu pun Presiden AS yang bertentangan dengan kebijkanan yang diambil oleh Tel Aviv. Kuatnya pengaruh lobi Yahudi (AIPAC) di Washington dalam mempengaruhi Kebijakan Politik Luar Negeri AS melatarbelakangi hal ini .
Semua Presiden AS teguh meemegang Doktrin Israel First, yaitu mendahulukan kepentingan Israel dalam menyelesaikan masalah Timur Tengah, khususnya dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Doktrin ini, pun dalam penyelesaian masalah resesi ekonomi dunia, diapakai oleh AS, sesuatu yang menimbulkan kemarahan rakyat Paman Sam.
Selama menjabat sebagai Presiden AS, Bush jelas-jelas selalu membela Israel. Ia hadir dalam berbagai penyerangan Israel ke Palestina dan menyiapkan segala infrasturktur plus advokasi internasional di PBB. Dalam kasus agresi militer Israel akhir 2008, Bush telah mengirimkan banyak bantuan yang tak terhingga. Bahkan selalu menyalahkan Hamas untuk semua kondisi yang ada, dan ia menyebut Hamas sebagai pihak yang harus bertanggung jawab karena dianggap sebagai pemicu kerusuhan di Palestina. Pemerintahan Bush telah berhasil mengisolasi Palestina, sehingga persoalan Palestina seolah hanya dianggap sebagai masalah internal Bangsa Palestina saja.
Bush juga sukses menciutkan nyali negara Arab lainnya dalam membantu Palestina. Siapapun yang mempunyai perhatian besar kepada Palestina, maka Bush mencapnya dengan sebutan “teroris”, apalagi wilayah Palestina di jalur Gaza dikuasai oleh Hamas yang telah lama dicap oleh AS sebagai organisasi “teroris”.
Lantas bagaimana dengan Barack Obama?
Setelah ampir dua bulan setelah Obama menjadi Presiden AS, tidak sulit kemana menebak arah kebijakan presiden yang digadang-gadang membawa perubahan ini. Tidak ada sesuatu pun yang baru pada Obama. Untuk Palestina, Obama sepertinya akan mengikuti jejak suksesornya dulu, Bush. New York Times mengungkapkan, "…Pada hari pertama masa tugas saya, saya akan memberikan tugas baru kepada militer: menghentikan perang. Sebagaimana telah saya katakana berkali-kali, kita harus berhati-hati dalam melepaskan diri dari Irak, sebagaimana dulu kita sedemikian cerobah melibatkan diri [dalam konflik ini]. Kita harus memindahkan pasukan kita dengan aman dalam jangkan waktu 16 bulan. …. Setelah itu, akan ada ‘pasukan sisa’ yang bertahan di Irak untuk melakukan misi terbatas: mengejar sisa-sisa Al Qaida di Mesopotamia, melindungi para pegawai Amerika dan melatih pasukan keamanan Irak seiring dengan kemajuan politik di Irak. Jadi, ini bukanlah penarikan [pasukan] yang tergesa-gesa…"
Banyak mengatakan bahwa statemen Obama ini merupakan pandangan dasarnya terhadap masalah Timur Tengah, lebih spesifik lagi, Palestina. Obama menyatakan tidak akan pernah mau membuka dialog dengan Hamas. Artinya sekali lagi, Obama tidak akan mengubah apapun di Palestina selama beberapa tahun ke depan. Selama Kongres AS, menteri dan para donatur lobi Obama masih itu-itu saja tidak ada yang bisa diharapkan darinya. (sa/nyt/)