Pekan lalu, berlangsung sebuah Konferensi di Istanbul, Turki, yang dihadhiri para tokoh, pemimpin, dan ulama, dari berbagai negara, terutama Timur Tengah. Acara konferensi itu berlangsung di Hotel, yang letaknya tak jauh dari Bandara Kamal Attaturk, Istambul.
Lebih dari 200 orang tokoh, pemimpin, dan ulama yang hadir. Konferensi itu mengambil tajuk : ‘Gaza Dengan Kemenangan’. Hadhir pula sejumlah pemimpin Hamas, termasuk Mohammad Nazzal, yang menjadi pembicara dalam konferensi itu.
Di tengah-tengah berlangsungnya acara konferensi itu, berlangsung pula dukungan dari muslimah Turki, sambil membawa bendera Palestina, yang seakan arena konferensi itu, seperti memjadi gelombang bendera Palestina, yang sangat menarik perhatian media setempat. Muslimah Turki terus mengelu-elukan Islam dan bendera Palestina, di Abdi Ipekci, yang menjadi tempat konferensi. Turki memang sedang berubah, di bawah Partai AKP, yang dipimpin tokohnya Recep Tayyip Erdogan.
Konferensi yang dihadhiri para tokoh, pemimpin dan ulama, itu berlangsung tertutup, dan tidak banyak diliput wartawan. Di akhir konferensi itu, terbetik kabar, di mana para tokoh, pemimpin dan ulama, bersepakat mereka membentuk front ketiga, khususnya untuk menghadapi rejim Zionis-Israel di tanah Palestina. Membentuk “Front Jihad Ketiga” adalah hasil pertemuan di Istanbul, yang merupakan sikap para tokoh, pemimpin dan ulama yang hadir di konferensi itu.
Umat Islam menghadapi jihad di Iraq melawan penjajah AS, dan di Afghanistan yang juga menghadapi penjajah AS, yang tidak mungkin dibiarkan penjajah itu, terus bercokol dibumi Islam, ujar seorang ulama. Pembentukan front terdepan dalam ‘jihad ketiga’ ini, khusus untuk menghadapi Israel. Hal ini disampaikan pemimpin Hamas, Mohammad Nazzal, yang ikut hadhir dalam konferensi itu.
Pertemuan konferensi yang berlangsung di Istanbul ini, momentum yang sangat penting, karena berkumpulnya berbagai tokoh, pemimpin, dan ulama, yang berhasil menyatukan pandangan mereka dalam menghadapi Israel. Para pemimpin Gerakan Islam, yang hadhir merupakan sebuah gambaran baru, yang merefleksikan adanya kesadaran dalam menghadapi Israel.
Masalah Gaza dan Palestina, menjadi perhatian mereka yang terus menerus untuk membangun kekuatan perlawanan ‘resistance’, sebagai jalan membebaskan tanah Palestina.
Para tokoh, pemimpin dan ulama, itu juga ingin mengingatkan para pemimpin Arab,yang selama ini tidak berfihak kepada rakyat Palestina. Mereka menginginkan agar para pemimpin Arab, bersikap realistis, dan berfihak kepada rakyatnya, bukan kepada asing, yang ingin menjajah. Para tokoh, pemiimpin, dan ulama yang ada, menginginkan agar pemerintah Mesir, membuka perbatasan yang ada di wilayah negara mereka, guna membantu rakkyat Palestina,yang sekarang menderita akibat embargo dan blokade Israel. Mohammad Nazzal, menekankan kepada pemerintah Mesir, agar membuka perbatasannya, agar para pejuang Islam, bisa masuk Gaza, ujarnya.
Peristiwa penting dalam pertemuan itu, yang tidak mungkin dapat berlangsung, tanpa adanya agresi militer Israel ke Gaza. “Selama 100 hubungan Turki dengan Dunia Arab tegang, tetapi Palestina telah membawa kita bersatu kembali”, ucap seorang peserta kepada BBC. Turki sekarang telah menjadi pusat perhatian Dunia Islam, bukan hanya Sekjen OKI (Organisasi Konferensi Islam) Ihsanouglu, dari Turki, tapi juga karena sikap Perdana Menteri Turki, Erdogan, yang terang-terangan mengkritik pedas, Perdana Menteri Israel Shimon Perez, di Forum Ekonomi Dunia di Davos (Swiss), dan Erdogan mengatakan: “Kamu pembunuh”, kepada Shimon Peres.Kontan, pernyataan Erdogan di depan Perez itu, menimbulkan kegemparan, dan Erdogan tidak melanjutkan pertemuan, dan pulang ke negaranya.
Kecenderungan Turki yang ingin bertindak adil dan membela Palestina yang didzalimi ini, semakin terasa lebih nyata dalam perspektif politik, dan kebijakan luar negeri Turki. Usai, pemilu di Palestina, 2006, dan Hamas memenangkannya, Kepala Biro Politik Hamas, Khaled Misy’al, berkedudukan di Damaskus, berkunjung ke Istanbul, dan bertemu dengan Perdana Menteri Turki, Recep Tayyib Erdogan. Kedatangan Misy’al ke Istanbul, karena mendapatkan undangan langsung dari AKP. Kedatangan Misy’al ke Istambul, nampaknya menjadi titik balik hubungan Turki dengan Israel, yang selama ini, Turki tidak memperhitungkan Hamas.
Ketika berlangsung kunjungan Presiden Hosni Mubarak, ke Istambul beberapa minggu yang lalu, dan bertemu dengan Presiden Turki, Abdullah Gul, presiden Turki itu, menyampaikan dengan sangat jelas, sikap Turki, yang secara eksplisit, menginginkan agar Mesir bertindak adil, dan tetap mengakui keberadaan Hamas, yang secara demokratis telah memenang pemilu di tanah Palestina, Januari 2006, lalu. Menurut Gul, tidak mungkin mengabaikan Hamas, yang telah menjadi kekuatan politik riiil di Palestina, saat ini. Mubarak yang menginginkan diwujudkan kembali pemerintahan persatuan, yang mengabaikan Hamas, tidak dapat diterima oleh Turki.
Perdana Menteri Turki, Erdogan, ikut hadhir dalam konferensi yang berlangsung di Doha, Qatar, 16 Janurari lalu, di mana dalam pertemuan itu, Turki, Qatar, dan Syria, menawarkan dukungan kepada Hamas. Perdana Turki, Erdogan juga menawarkan kepada pemimpin Arab, yang hadhir di konferensi yang berlangsung di Doha itu, agar berani mengambil langkah strategis bersama, khususnya menghadapi situasi regional, yang menunjukkan kearah terjadinya konflik dan perang terbuka, yang membahayakan kawasan regional, akibat sikap Israel, yang sangat agresif di Palestina dan terhadap Iran. Hal ini mendapatkan tanggapan positip dari pejabat tinggi Iran, di mana Yahya Safavi, menyatakan sikap Turki, menunjukkan adanya kesadaran baru, yang dapat menciptakan kekuatan ‘aliansi strategis’, ujarnya.
Sikap politik yang dibangun oleh AKP dan Erdogan, ikut membangkitkan kembali semangat keIslaman rakyatnya. Hal ini terbukti di Turki, muncul sikap anti terhadap Israel telah merata, bukan hanya kalangan Islamis, tapi termasuk kalangan sekuler, ikut mendukung perjuangan rakyat Palestina. Memang, konflik di Gaza, hikmahnya dapat menyatukan kekuatan-kekuatan Islam, yang sekarang ini berserak, akibat adu-dumba oleh Zionis-Israel. Dan, Turki dengan AKP menjadi garda paling depan dalam melakukan pembelaan terhadap rakyat Palestina. (m).