Di Balik Kisah Muchdi PR (Ingin) Pimpin Organisasi Islam

Dari sekian mantan pejabat TNI dan sekaligus mantan petinggi Badan Intelijen Negara atau BIN, nama Mayjen Purnawirawan Muchdi Purwoprandjono mungkin tergolong unik. Dari rekam jejak manuvernya pasca pensiun di BIN, mantan Danjen Kopassus ini begitu terobsesi memimpin organisasi Islam.

Publik mungkin masih ingat betul ketika peserta muktamar seabad Muhammadiyah yang digelar Juli tahun lalu, terheran-heran dengan masuknya nama Muchdi PR di 39 calon tetap pimpinan Muhammadiyah. Di situ, pria kelahiran Yogyakarta 62 tahun silam ini berada di urutan ke 33.

Setelah ditelusuri, ternyata nomor urut itu diraih Muchdi dari Perguruan Tapak Suci yang juga bagian dari organisasi kepemudaan Muhammadiyah. Di situ, Muchdi menjabat sebagai ketua. Dan memang, disitulah aktivitas Muchdi sebelum masuk ke dunia militer.

Walau masih menjabat sebagai wakil ketua umum Partai Gerindra, Muchdi tetap maju ke tahap pemilihan pimpinan Muhammadiyah selanjutnya. Dan pada tahap pemilihan 13 calon pimpinan Muhammadiyah, ternyata nama Muchdi tidak masuk.

Gagal di Muhammadiyah, ternyata tidak membuat Muchdi jera. Sekitar enam bulan kemudian, nama Muchdi tiba-tiba muncul di jajaran calon ketua umum Partai Persatuan Pembangunan atau PPP. Pada Februari 2011, Muchdi bertatap muka dengan pengurus DPC PPP Kota Surakarta.

Dari situlah, Muchdi menyatakan tekadnya untuk membesarkan PPP dengan cara memegang nakhoda partai berlambang Ka’bah ini. “Atas permintaan kader-kader PPP untuk membesarkan satu-satunya partai politik Islam di Republik Indonesia,” katanya kepada wartawan saat itu.

Tentu saja, gebrakan Muchdi membuat heboh kalangan petinggi PPP sebagaimana kehebohan yang pernah terjadi saat Muktamar Muhammadiyah tahun lalu. Pasalnya, Muchdi tergolong baru dalam kepengurusan PPP. Dan, saat itu, DPP PPP masih belum jelas status Muchdi di Gerindra.

Salah satu yang dinyatakan oleh pimpinan PPP tentang masuknya nama Muchdi adalah terlanggarnya tatib pemilihan yang akan digelar pada Juli mendatang. Tatib tersebut kira-kira menyatakan bahwa calon ketua umum harus pernah mengikuti kepengurusan sedikitnya satu periode atau selama lima tahun.

Salah seorang ketua PPP yang juga wakil ketua MPR, Lukman Hakim menegaskan bahwa pencalonan Muchdi akan menabrak tradisi PPP soal syarat ketua umum. Menurutnya, sejak awal sekitar 1973, calon ketua umum PPP harus berasal dari pengurus di level bawah, DPC atau DPW.

Lalu, surutkah langkah Muchdi sampai di sini? Ternyata, perkiraan itu salah. Pada tanggal 15 Mei, Ahad lalu, Muchdi kembali membuat heboh para petinggi di PPP. Pasalnya, Muchdi menurut satu versi, berhasil lolos di musyawarah wilayah PPP Papua sebagai ketua DPW. Tapi, pihak DPP menolak kepemimpinan Muchdi itu.

Secara tegas, penolakan datang dari wakil sekjen DPP PPP, M Romahurmuziy. Menurutnya, tatib menyatakan bahwa pemilihan dinyatakan sah jika dipilih setengah plus satu dari seluruh peserta. Dan kenyataannya, Muchdi hanya mengantongi 9 suara, sementara 13 suara ke calon lain, Bachtiar Gaffar.

Selain itu, suasana pengamanan yang tidak wajar juga membuat para peserta merasa tidak nyaman. Dan pengamanan itu berasal dari pihak Muchdi PR.

Tentu saja, pernyataan ini disanggah Muchdi. Menurutnya, pihak yang menolak itu berasal dari orang yang masuk dalam tim suksesnya Suryadharma Ali.
Melihat gelagat seperti ini, Munas PPP yang rencananya berlangsung Juli mendatang, akan seru dan mungkin akan ada intrik-intrik di internal PPP sendiri.

Pertanyaannya, kenapa Muchdi sebegitu berkeinginan keras memegang kendali PPP, padahal ia sudah menjadi wakil ketua umum Gerindra. Sejumlah pengamat menilai bahwa hal itu merupakan skenario besar untuk memuluskan Prabowo di Pilpres 2014 dengan menjadikan PPP sebagai pendukung pencalonan tersebut.

Spekulasi lain pun muncul dengan mengkaitkan manuver zig-zag Muchdi ini sebagai skenario TNI untuk ‘melawan’ SBY. Karena walaupun PPP masuk dalam koalisi, tapi masih tergolong ‘anak bandel’ koalisi.

Hal tersebut terjadi karena kebijakan SBY akhir-akhir ini lebih merugikan pihak TNI. Antara lain, mengangkat Mendagri yang berasal dari sipil padahal sebelumnya selalu dari TNI, mengangkat kepala BIN yang berasal dari polisi dan bukan TNI, soal kebijakan rekanan baru di Kemenhan pada pengadaan perlengkapan TNI, dan meroketnya karir ipar SBY, Letjen Pramono Edhie yang saat ini sudah memegang kepala staf Angkatan Darat.

Spekulasi itu bisa benar, bisa juga salah. Karena hal tersebut tidak menjawab manuver Muchdi yang pertama, menjadi ketua umum PP Muhammadiyah. Dan kenapa manuver seperti itu tidak dilakukan Muchdi pada Muktamar NU, tapi kepada Muhammadiyah. Mungkin karena di NU sudah ada rekannya di BIN yang terlebih dahulu masuk, dan berhasil. Yaitu, As’ad Said Ali.

Dari sini, spekulasi lain bisa muncul. Yaitu, adanya kemungkinan upaya operasi intelijen yang tidak lagi mengawasi organisasi yang berwarna Islam, tapi lebih dari itu, yaitu memimpin dan mengendalikan organisasi ‘hijau’ ini. mh