Ya, pada tahun politik ini Jokowi memang memanfaatkan betul waktu yang dia miliki. Boleh jadi dari situ dia merasakan bahwa masyarakat menyambutnya tidak seheboh dulu lagi.
Cerita ini berlanjut di Stadion Kridosono, Yogyakarta, 23 Maret 2019. Dalam acara deklarasi “Alumni Jogja Satukan Indonesia” itu Jokowi mengikrarkan diri untuk melawan serangan fitnah, dusta, dan makian. “Saya sebetulnya sudah diam 4,5 tahun. Difitnah-fitnah, saya diam. Dihujat, saya diam. Tetapi hari ini di Yogya saya sampaikan, saya akan lawan! Ingat sekali lagi, akan saya lawan! Bukan untuk diri saya, tapi ini untuk negara,” serunya.
Kadiv Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, menganggap ucapan Jokowi itu sebagai sikap bermusuhan kepada rakyatnya. “Sebaiknya Bapak lebih bijak dalam hal ini,” cuitnya.
Analis sosial Universitas Bung Karno (UBK), Muda Saleh, menilai Jokowi memperlihatkan mental dirinya sudah jatuh. “Kemudian dia coba menajak emosi masyarakat untuk ikut merasakan seperti apa yang ia rasakan. Dan ini tontonan yang buruk sebagai Kepala Negara,” katanya seperti dikutip RMOL, 24 Maret.
Jokowi terkesan mengalami depresi tingkat tinggi. Para psikolog klinis berpendapat, beberapa gejala kasat mata yang dapat menjadi tanda-tanda depresi adalah terjadi beberapa perubahan pada diri seseorang. Kebanyakan orang Solo adalah lembut, halus dan sopan. Jokowi adalah wong Solo. Tapi kesoloan Jokowi mulai luntur. Ia sudah berubah. Mungkin, ia butuh refresing, liburan untuk melihat yang indah-indah dan menyegarkan mata, atau cobalah sekadar wisata kuliner. Nikmati saja detik-detik kekalahan dengan senyum bahagia. Benar kata Jokowi, suatu ketika: “Ingin jadi Presiden nggak gampang lho, dipikir mudah?”
*) Penulis: Miftah H. Yusufpato, wartawan senior di Jakarta
BEST SELLER BUKU PEKAN INI, INGIN PESAN? SILAHKAN KLIK LINK INI :
https://m.eramuslim.com/resensi-buku/resensi-buku-diponegoro-1825-pre-order-sgera-pesan.htm