Karena stok beras masih tersedia untuk dua bulan ke depan dan sebulan lagi petani padi, akan melakukun panen.
Jadi kalaupun kekurangan beras, kekurangan itu bisa diisi oleh stok yang tersedia di gudang Bulog.
Itu sebabnya, Rizal heran, mengapa ada kebijakan impor beras?
Rizal mewanti-wanti, impor beras, kedele, gula misalnya, sering dijadikan sebagai tempat untuk mencari keuntungan oleh yang melakukan impor.
Rizal tidak menyebut nama ataupun lembaga. Akan tetapi menurutnya, kalau mau “maen”, maksudnya mencari keuntungan pribadi, maka di kegiatan impor itulah kesempatan untuk memperoleh keuntungan.
“Disana ada komisi”, katanya.
Dan hasil komisi ini tidak bisa dideteksi. Sebab uang hasil komisi tersebut langsung bisa dimasukkan ke dalam rekening bank yang berada di luar negeri.
Secara tersirat ataupun tidak langsung, Rizal Ramli, mengajak masyarakat untuk tidak percaya begitu saja terhadap kebijakan impor beras yang dibuat Menteri Enggartiasto.
Sekalipun Rizal tidak menyebut nama Enggar, tetapi melalui teknologi intelektual, ia seakan mengirim pesan WA bahwa kebijakan Menteri Enggar, sesuatu yang naif.
Rizal, selain bekas Menteri, juga menjadi pendiri dan pemilik perusahaan konsultan politik dan ekonomi berbendera “Econit”. Perusahaan konsultan ini didirikannya bersama Laksamana Sukardi – mantan Menteri BUMN-nya di era Presiden Megawati Soekarnoputri.
Rizal dan Laksamana kelihatannya, tidak aktif lagi di “Econit’. Tetapi perusahaan konsultan itu masih eksis, dipimpin oleh seorang ekonom yang dipercaya oleh Rizal dan Laks. Dan sesekali memberi ulasan dan prognosa tentang keadaan Indonesia.
Boleh jadi Rizal juga masih memanfaatkan segala informasi dan kajian perusahaan konsultan itu.
Jujur, saya sangat terprovokasi oleh ulasan Rizal Ramli. Dan sebaliknya saya kecewa dengan Menteri Engartiasto.
Terus terang, untuk bersikap jujur atas persoalan ini, bukanlah hal yang mudah. Dalam keadaan tertentu, hubungan saya dengan Rizal dan Enggar, sudah mempribadi. Rizal dan Enggar merupakan dua sosok yang saya kenal sudah cukup lama.