Maraknya akun Muslim Cyber Army (MCA) yang membelah opini di Indonesia bisa pula ada soal ruang gelap itu. Mungkin saja semakin dekat menuju pilpres, grup ini membesar. Sementara ruang gelap di balik kasus MCA itu belum tentu cepat terungkap.
Kita semua sepakat bahwa hoax yang menyebar berita palsu dan hate speech itu salah. Namun ketika mengusut siapa dalang MCA dalam politik media sosial, situasi menjadi lebih rumit.
Menggunakan perspektif kasus politik tingkat tinggi media sosial di Amerika Serikat, kini segala hal mungkin.
Kini sebagian kecil yang diduga anggota MCA tertangkap untuk kasus pelanggaran hukum. Siapakah dalang yang tertangkap itu? Mereka bisa saja sekelompok penganut muslim yang radikal. Bisa pula mereka orang naif yang direkayasa menggunakan label MCA.
Bisa saja ada gerakan yang menumpang (penumpang gelap) yang justru ingin menghancurkan MCA sebelum membesar. Bisa pula ia diciptakan pihak korban dari MCA yang bermanuver. Bisa pula itu kerja intelijen dalam negeri atau luar negri.
Lima tahun ini mata kita terbelalak. Al Qaedah dan ISIS begitu dibenci publik negara barat. Ternyata semakin banyak pejabat AS berkata, termasuk Hillary Clinton. Betapa kerja intelijen Amerika Serikat ikut melahirkan dua monster itu.
Ujar Hillary Clinton, jangan lupa! kita sendiri (Amerika Serikat) ikut menciptakan, memberi dana dan melatih Al Qaedah di masa awal. Wow!!!
Begitulah politik tingkat tinggi. Apa yang sebenarnya belum tentu seperti apa yang nampak. Selalu ada ruang gelap dalam politik tingkat tinggi. Ruang itu memang gelap sekali. Dan berbahaya.
-000-
Pemilu presiden 2019 sudah dekat. Media sosial akan memainkan peran signifikan untuk menyebar kebenaran ataupun kebohongan. Yang bertarung dalam pemilu presiden Indonesia tak hanya capres, partai politik, aktivis, media atau konsultan politik.
Siapa bilang RRC dan Amerika Serikat tak berebut pengaruh di sini? Siapa bilang kekuatan asing lain baik untuk kepentingan bisnis, agama atau ideologi tak ingin ikut cawe cawe? Siapa bilang mereka tak berkepentingan siapa yang akan menjadi capres/cawapres Indonesia berikutnya?
Celaka. Kini semua mereka semakin canggih memainkan media sosial untuk membentuk opini.(kl/ts)