“Babinsa jadi konsen kita karena selama ini dua institusi ini jadi partner baik, saling dukung, menunjang dan cek-cek,” ujar Sudirman. Sayangnya, peran Babinsa itu dikurangi, ditarik di berbagai tempat, “diikuti cerita polisi membawa kotak suara ke gudang yang bukan tempat authoritative (berotoritas),” tambahnya.
Ya, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa melalui sebuah instruksi melarang Babinsa mencari data C1 di TPS. Inti dari instruksi itu adalah memerintahkan kepada seluruh jajaran aparat komando wilayah (Apkowil) dalam hal ini Babinsa untuk menghentikan pencarian data C1 serta menghentikan laporan perolehan suara yang dikirimkan via WA ataupun email.
Instruksi KSAD tersebut viral. Perintah KSAD sangat serius dengan sanksi keras terhadap para Dandim dan para Aster Kotama. Tembusannya antara lain kepada para panglima Kodam, Kepala Staf Kodam, maupun Inspektur Kodam.
Rupanya, larangan pencarian C1 itu diikuti penarikan Babinsa dari pengamanan pemilu di sejumlah lokasi. Peran mereka digantikan polisi. Inilah yang mengundang kekhawatiran publik. Soalnya sudah sejak proses pemilu, netralitas polri diragukan.
Sudirman mengungkap penarikan Babinsa di Sumatera Utara dan di Balikpapan diikuti kecurangan di wilayah tersebut. “Polisi meminta lembar C1 ke petugas KPPS,” ujarnya. “Ada juga foto polisi minta C1 ke petugas-petugas di lapangan. Ini yang mesti dijelaskan instansi pemerintah,” ucap eks menteri ESDM tersebut.