Eramuslim.com -PROGRAM pengalokasian anggaran Jaring Pengaman Sosial sebesar Rp 110 triliun untuk masyarakat lapisan bawah, yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH), Program Kartu Sembako, Program Kartu Prakerja, dan Program Tarif Listrik untuk 450VA dan 900VA, yang sudah dilansir sejak awal April 2020 lalu, ternyata implementasinya di lapangan amburadul.
Persoalan database kelompok sasaran masih sangat rapuh. Sehingga yang terjadi, yang semestinya berhak memperoleh bantuan sosial, justru salah sasaran, jatuh ke kelompok tidak pantas memperolehnya.
Pada kasus pekerja informal, seperti Pedagang Kaki Lima (PKL), pekerja serabutan, tukang parkir, pekerja bangunan yang menetap di kota-kota besar misalnya, justru banyak yang tidak memperoleh bantuan.
Pendekatan pemerintah yang formalistik dan sarat gimmick, memicu mereka tidak mendapatkan apa-apa. Akhirnya, banyak yang mubazir.
Kelompok pekerja informal ini lazimnya tinggal nomaden alias tidak bertempat tinggal tetap dan tidak memiliki KTP setempat. Mereka ini, banyak ber KTP dari daerah (kampung) asal.
Tatkala Pemerintah memberlakukan kebijakan tidak boleh mudik di masa wabah Covid-19 ini, justru pekerja informal ini banyak merana dan terkatung-katung hidupnya di kota-kota. Penghasilan mereka anjlok, bahkan nganggur karena mereka kehilangan pelanggan dan pembeli.