Dahlan Iskan: Novi Empat Tungku

Ia lantas ingat. Ia pernah, setelah donor itu, memeriksakan diri ke rumah sakit: ada “kutil” di kulit pahanya yang menghadap ke dalam. Ia ingin kutil itu dihilangkan.

Meindy pagi-pagi ke rumah sakit. Pukul 07.00. Mumpung masih sepi. Ia pede saja: tanpa bikin janji. Ternyata, hari itu, dokternya datang agak siang. Tiga jam Meindy di ruang tunggu rumah sakit.

Besoknya Meindy batuk. Minum obat batuk. Tidak sembuh. Hari ketiga pinggangnya sakit luar biasa.

Meindy pun tes bersama istri: sama-sama positif. Salah satu dari tiga anak mereka juga positif. Itu tanggal 18 Juni lalu.

Mereka memutuskan isolasi di rumah.

Tapi batuk Novi tidak kunjung reda. Bahkan saturasinya turun tinggal 80. Mereka memang punya alat ukur tensi, temperatur, dan saturasi di rumah.

Mereka pun menyerah: mau masuk rumah sakit. Tapi tidak mau dijemput ambulans. Maka Meindy yang mengantarkan sang istri ke RS Santoso Bandung.

Setelah parunyi difoto ternyata sudah sangat “berkabut”. Langsung dimasukkan ICU. Berbagai pengobatan dilakukan. Termasuk transfusi plasma konvalesen. Sampai pun ventilator invasif: tidak tertolong.

Apakah Novi punya komorbid? “Tidak ada,” ujar Meindy. “Hanya obesitas,” tambahnya.

Berat badan Novi memang naik terus. Sampai di atas 100 Kg.

Berbagai upaya menurunkan badan tidak berhasil. Makan beras merah. Gagal. Hanya makan sayur dan buah, juga gagal. Dia juga pernah menuruti saran dokter dari India. Soal pengaturan makanan. Hasilnya: Novi diare.

“Novi itu, ibaratnya hanya minum air putih pun berat badannyi terus naik,” kata Meindy. “Mungkin turunan. Mertua perempuan saya juga gemuk,” katanya.

Rupanya itu juga sesuai dengan hobi Novi: masak. Lihatlah instagramnyi: @noviliahafsah. Ada 5.000 lebih foto yang diposting. Didominasi foto kue hasil masakannyi. Novi suka masak apa saja. Terutama masakan Barat.

Novi juga wanita yang bisa menyeimbangkan antara karier dan rumah tangga. Novi selalu menyempatkan diri masak untuk keluarga.

Dalam hal hobi itu sebenarnya Novi, kini, lagi bahagia-bahagianya. Empat bulan lalu mereka membeli kompor baru: empat tungku. Agar bisa masak lebih banyak dan lebih cepat.

Meindy agak terlambat bertemu Novi –untuk ukuran zaman itu. Meindy sudah berumur 31 tahun. Novi sudah dokter muda. Umur Novi 7 tahun di bawah Meindy. Mereka dipertemukan oleh kakaknya.

Meindy seorang akuntan lulusan STAN Jakarta yang terkenal itu. Lalu jadi pegawai negeri di Kementerian Keuangan. Ia sudah bertugas di berbagai daerah. Lalu mengaudit Telkom di Bandung. Saat itulah bertemu Novi yang hampir lulus dokter di Universitas Padjadjaran.

Setelah dua tahun menjalani tugas wajib sebagai dokter, Novi melamar ke Biofarma. Tidak ada tanggapan. Setahun kemudian melamar lagi. Tidak ditanggapi. Sampai pada saatnya Meindy mendengar Biofarma mencari dokter. Meindy sendiri yang mengantarkan lamaran istrinya: diterima.

Sejak itu Meindy mengundurkan diri sebagai pegawai negeri. Ia tidak mau dipindah-pindah –pisah dari istri. Ia bisa mengajar. Ia senang mengajar. Ia pun mengajar di Universitas Parahyangan Bandung.