Dagelan yang Tak Mengundang Kelucuan

Saksi kedua pun dihadirkan. Namanya, Eis Asmawati binti Solihan. Ia sohib si Ratih, yang bekerja di warung yang sama. Ternyata Eis punya penemuan lain. Ia katakan, bahwa ia melihat ada 4 buah samurai.

Beda dengan si Ratih yang hanya melihat 1 samurai. Bisa jadi pandangan mata satu orang dengan yang lain tidak sama.

Yang satu bisa melihat dari kejauhan benda kecil (ponsel) dengan baik sampai pada jumlahnya, tapi pada kesempatan yang sama ia tidak bisa melihat jumlah benda yang lebih besar (samurai) dengan baik.

Pengelihatan jadi dikesankan sama dengan hafalan pada skenario sebuah drama, yang terkadang lupa diingat dengan baik. Setidaknya itu yang dikesankan para saksi.

Tugas pengacara nantinya yang bisa mengulik satu persatu apa yang disampaikan para saksi yang dihadirkan. Tapi satu hal yang semua tahu, bahwa membawa senjata tajam apalagi senjata api, itu hal yang terlarang bagi laskar FPI.

Waktu nantinya yang bisa menjawab semuanya. Jika pengadilan dunia tidak menghadirkan rasa keadilan, maka pastilah di pengadilan akhirat semua pihak yang turut andil dalam pelenyapan nyawa anak manusia, akan menerima konsekuensi atas perbuatannya.

Pernyataan Pak Syuhada, ayah dari salah satu korban, Faiz Ahmad Syaikhu, yang mengatakan dengan penuh kecewa dan geram, “Sidang abal-abal itu tidak akan sedikit pun memenuhi rasa keadilan. Justru sebaliknya, semakin menambah (rasa) kezaliman di mata rakyat.”

Perasaan Pak Syuhada, itu bisa jadi mewakili perasaan keluarga para korban lainnya, yang merasakan kesumpekan hati melihat keadilan sedang tidak berpihak pada nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. [FNN]

 

*) Kolumnis