“Corona Strain Baru” Cermin Kegagalan Skenario Covid-19

Kalau membuka kembali pointers diskusi 2019-an pada awal penyebaran Covid-19 di Wuhan dulu, secara asymmetric war — Covid-19 itu hanya “isu” belaka. Hanya pintu pembuka. Sedang “agenda” lanjut usai isu ditebar ialah lockdown, atau ketakutan warga dan seterusnya. Inilah (tema) industri kepanikan yang mutlak ditelan publik tanpa kritik, tanpa selidik. Lantas, apa ujud “skema” sesuai pola asymmetric war di atas? Tak lain adalah larisnya masker, contohnya, atau lakunya hand sanitizer, hazmat, ventilator, maraknya bisnis online/virtual dan banyak lagi.

Yang diperebutkan oleh para adidaya dan adikuasa cq kartel farmasi masing-masing sebab nilai (geo) ekonomi paling besar ialah vaksin. Iya, vaksin merupakan skema utama dalam perang asimetris bertopik pandemi. Meskipun ada pula utang —selaku ‘komoditas politik’— diperebutkan oleh lembaga dan institusi keuangan global. Kenapa begitu, bahwa utang merupakan alat kendali terhadap negara-negara yang terdampak pandemi. Tesis John Adams (1735-1826) tampaknya terbukti: “Ada dua cara untuk menaklukkan suatu bangsa. Pertama dengan pedang, kedua melalui utang”.

Sekali lagi, apabila dibanding unsur geoekonomi lainnya, nilai ekonomi vaksin sangat menggiurkan karena profitnya fantastis. Selain kontribusi finansial dari bermiliar penduduk bumi nantinya, konon ada chip yang hendak diselipkan ke tubuh melalui vaksin guna mengkontrol populasi manusia. Namun sekali lagi, itu bahasan tahun 2019-an. Isu lama. Kenapa? Karena semakin ke sini, skenario depopulasi terkuak di publik yang konon di-endorse oleh salah satu non-state actor bidang farmasi. Publik mulai memahami hal itu. Dan barang kali skenario tersebut sudah tutup layar. Kenapa demikian, selain muncul kontra depopulasi, faktor geoekonomi yang fantastis menyebabkan beberapa negara melakukan riset, lalu berlomba menciptakan vaksin anticorona. Tak kurang, beberapa negara seperti Rusia, Jerman, Cina, Amerika (AS) dan seterusnya bahkan Indonesia sendiri, menciptakan baik itu vaksin, contohnya, alat-alat deteksi virus/rapid test, maupun sekedar empon-empon guna menambah daya imunitas tubuh, tracing dan mengantisipasi Covid-19. Singkat kata, skenario pertama (depopulasi) dinilai gagal karena vaksin tidak dimonopoli oleh satu kartel farmasi.