Charles Dickens Sindir Keras Yusril Ihza dan Moeldoko

Itulah tujuan Yusril yang sesungguhnya. Omong kosong untuk kemaslahatan demokrasi Indonesia. Yusril tidak perlu pura-pura lupa bahwa Jokowi sendiri melakukan pencurangan terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Mana gugatan Yusril? Mohon maaf, ketika gugatan terhadap kecurangan Pilpres 2019 tempohari didukung dan dibela oleh rakyat, Pak Yusril malah berada di kubu Jokowi. Dia ikut mempertahankan dugaan kuat kecurangan itu.

Kembali ke gugatan terhadap AD/ART Demokrat AHY, hampir pasti langkah Pak Yusril itu dilatarbelakangi oleh “motif besar”. Pasti sangat besar. Motif besar itu menjadi dorongan ecstatic yang membangkitkan semangat juang Pak Yusril. Kebetulan sekali, Moeldoko mampu memberikan “motif besar” itu. Karena Pak Moeldoko memang memiliki “motif super besar”.

Pak Yusril membanggakan gugatan ini. Yang pertama di Indonesia. Gugatan AD/ART partai politik (parpol). Kata Yusril, MA harus membuat terobosan karena tidak ada lembaga yang bisa melakukan uji formil dan materiil terhadap AD/ART parpol.

Mulia sekali tujuan Pak Yusril. Yaitu, untuk memperbaiki pengelolaan parpol-parpol di masa yang akan datang. Supaya parpol tidak menjadi alat untuk kepentingan pribadi, keluarga atau kelompok kecil. Agar parpol hadir dan berkiprah untuk rakyat.

Yang menjadi masalah adalah titik berangkat misi Pak Yusril ini. Mengapa Partai Demokrat? Bukankah mantan Menteri Hukum ini tahu bahwa Demokrat pernah mau diambil paksa oleh Moeldoko?

Tentu publik akan menilai bahwa Pak Yusril, dalam gugatan ini, akan lebih banyak menampilkan profesinya sebagai lawyer (advokat) ketimbang sebagai seorang warga negara yang prihatin terhadap pengelolaan parpol. Artinya, akad antara Yusril dan Moeldoko tidaklah seperti bakti YLBHI untuk orang-orang lemah. Sebab, Moeldoko adalah orang kuat. Kuat posisi dan kuat dari segi likuiditas.