Mereka pun bertanya tentang bentuk dan wujud gajah, dan menyimak semua yang disampaikan. Maka tafsir pun mulai terhembus. Orang yang tangannya menyentuh telinga gajah ditanya tentang bentuk gajah. Jawabnya, “Gajah itu besar, terasa kasar, luas, dan lebar seperti permadani.”
Kemudian, orang yang meraba belalai gajah berkata, “Aku tahu yang lebih benar tentang bentuk gajah. Gajah itu mirip pipa lurus bergema, mengerikan dan suka merusak”. Terakhir, orang yang memegang kaki gajah berkata, “Gajah itu kuat dan tegak, seperti tiang”.
Masing-masing hanya menyentuh satu bagian saja, dan kemudian mengembar-gemborkanlah temuan dan tafsirnya masing-masing. Kemudian, orang-orang lain yang mendengar cerita itu dari penafsir pertama, kemudian ditafsirkan lagi secara berantai. Muncul pelbagai macam konstruksi narasi, yang tidak valid.
Maka, seperti itulah cerita dan narasi tentang RUU Cipta Kerja itu. Bayangkan, RUU itu adalah RUU raksasa ibarat gajah, yang merajut 79 UU dengan 1.239 pasal, 15 bab dan 13 kementerian/Lembaga terkait. Begitu juga tentang UU 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang masuk dalam daftar 79 UU itu.
Kedua, saya teringat cerita “Cinta Bertepuk Sebelah Tangan” antara Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso dalam membangun Candi Prambanan dalam waktu semalam. Seperti itulah, 1.000 candi yang ingin dikebut Bandung Bondowo sebelum matahari terbit. Keinginan untuk segera mengesahkan RUU Cipta Kerja, akhirnya babak-belur dan melahirkan sumpah-serapah.
Dalam legenda Jawa kuno, yaitu kisah percintaan mereka dianggap sebagai asal muasal terbentuknya kompleks candi di Yogyakarta.
Syahdan, hiduplah seorang pangeran yang sakti mandraguna bernama Bandung Bondowoso, sang pangeran adalah putra dari raja besar Damar Maya yang menguasai kerajaan Pengging.
Sayang sekali, kerajaan Pengging bermusuhan dengan kerajaan Baka yang dipimpin oleh seorang rasaksa bernama Prabu Baka, meski rasaksa, Prabu Baka memiliki seorang putri nan cantik jelita bernama Roro Jonggrang.
Dalam sebuah pertempuran antara kerajaan Pengging dan Kerajaan Baka, sang Prabu Baka pun tewas dibunuh oleh Bandung Bondowoso, hingga kerajaan Baka pun dikuasainya. Datanglah rombongan pangeran Bandung Bondowoso ke Kerajaan Baka, di sanalah ia melihat Roro Jonggrang dan terpikat akan kecantikannya dan ingin menikahinya.
Tapi Roro Jonggrang tentu tak sudi menikah dengan orang yang telah membunuh sang ayah, kemudian ia pun membuat tipu muslihat.
Karena Bandung Bondowoso terus membujuk dan memaksa, akhirnya sang putri bersedia dipersunting. Namun, dengan dua syarat yang mustahil untuk dikabulkan. Syarat pertama adalah pembuatan sumur yang dinamakan sumur Jalatunda. Syarat kedua, pembangunan Seribu Candi hanya dalam waktu satu malam. Bandung Bondowoso menyanggupi kedua syarat tersebut.
Sang pangeran berhasil menyelesaikan sumur Jalatunda berkat kesaktiannya. Setelah sumur selesai, Rara Jonggrang berusaha memperdaya Sang Pangeran agar bersedia turun ke dalam sumur dan memeriksanya. Setelah Bandung Bondowoso turun, sang putri memerintahkan Gupala untuk menutup dan menimbun sumur dengan batu.
Akan tetapi, Bandung Bondowoso berhasil keluar dengan cara mendobrak timbunan batu berkat kesaktiannya. Bondowoso sempat marah, namun segera tenang karena kecantikan dan bujuk rayu sang putri.