Di akhir abad 19, populasi Jakarta meroket. Tembus 115,887 people, di antaranya 8,893 Belanda (Eropa), 26,817 Tionghoa dan 77,700 indigenous islander.
Tahun 1905, populasi Jakarta dan sekitarnya mencapai 2.1 juta. Termasuk 93 ribu Tionghoa, 14 ribu Belanda dan 2,800 Arab.
Jadi, Anies benar: Jakarta melihat Belanda dari dekat. Remy Silado yang ngawur.
Soal nama Indonesia, Remy Silado kembali nyinyir. Dia ngeledek Anies dengan kutip, Katanya, “Dulu orangtua kami itu pendiri Partai Arab Indonesia…Orang Arab mengatakan tanahairnya Indonesia, tahunnya 1934…Apakah Indonesia sudah ada? Belum!…Mereka menyatakan sumpah tanahairnya Indonesia sebelum Indonesia ada. Tidak ada yang lain, yang melakukan itu kecuali keturunan Arab…”
Silado belaga tersentak dengan menulis,”Astaga! Tahun 1934 belum ada Indonesia?”
Lalu dia kupas soal Adolf Bastian dan JR Morgan yang menciptakan istilah “Indonesia”. Ditutup dengan closing statemen kurang enak dibaca. Silado bilang, “Kita di Indonesia alpa mengapresiasi J.R. Logan, sementara di Malaysia patung J.R. Logan dipasang di pusat George Town.”
Sebelum saya mulai membantah, saya mau saranin sebaiknya Remy Silado pindah saja ke Malaysia.
Sekali lagi, sebenarnya statemen Anies tidak perlu diinterpretasi. Jelas. Solid. Kecuali anda anak SD.
“Indonesia” yang dimaksud Anies adalah sebuah negara. Bukan konsepsi ethnografis yang diciptakan James Richardson Logan. Di sini ngawurnya Remy Silado.