Eramuslim.com – Hiroshima dibom tanggal 6 Agustus 1945. Lydia Millet berkata, “No warning was given of the air attack & thus no escape was possible for the mostly women, children & old people who fell victim”.
Pa Prabowo membaca sebuah “warning” di buku Ghost Fleet karya PW Singer dan August Cole.
Para profesor seperti Emil Salim, Dawam Rahardjo, Dorodjatun Kuntjorojakti, Sudrajat Djiwandono, termasuk pakar ekonomi Pro Jokowi macam Christianto Wibisono, Miranda Goeltom, Faisal Basri mendengarkan dengan seksama. Mereka diam. Tak berkomentar. Pasti, mereka sedang berfikir keras.
“Indonesia would dissolve by 2030,” tulis buku Ghost Fleet.
Para cecunguk, buzzer jahat, haters, preman cyber berisik. Media sosial heboh. Framing dan pelintiran dimainkan. Targetnya delegitimasi Pa Prabowo. Badai bully dihembuskan. Intinya, mereka optimis Indonesia tidak akan bubar tahun 2030.
Denny JA mengambil sikap netral. Dia bilang, prediksi 2030 itu bisa iya bisa tidak. Sikapnya lebih baik dari pada 100 cecunguk. “I have never met an intelligent optimist,” kata Howard Jacobson (British Novelist).
United Nation menetapkan 2030 sebagai tahun Sustainable Development Goals (SDGs), sebuah agenda ambisius transformasi dunia dengan budget 2-3 triliun dollar per tahun.
India dan banyak negara mempersiapkan diri. Pa Prabowo tidak melihat itu dengan Indonesia. Di situ kekuatiran yang terekspresikan dalam orasinya soal 2030.