Pengalaman di partai yang sangat minim dan juga pengalaman politik sipil serta keormasan yang kurang, membuat AHY terkesan dipaksakan untuk masuk dalam pertarungan pilpres 2019.
Namun, disinilah kita melihat ambisi AHY maupun SBY untuk menguasai kembali pentas politik nasional. Padahal, kepemimpinan yang baik adalah yang sejalan dengan kewajaran. Memompakan AHY untuk menjadi tokoh bangsa, sangatlah prematur. Sebab, pepatah mengatakan, guru yang baik adalah pengalaman.
Kedua, Ambisi Prabowo Subianto.
Prabowo Subianto adalah manusia ambisius. Dia mengejar apa yang dia inginkan, dan terus mengejarnya. Ambisi Prabowo untuk menjadi presiden sudah dirintisnya sejak ikut konvensi capres Golkar 2004, berpasangan dengan Megawati sebagai Cawapres pada tahun 2009 dan menjadi capres pada 2014 berpasangan dengan Hatta Rajasa.
Ambisi demi ambisi dijalankan Prabowo dengan memebelanjakan kekayaannya untuk membangun partai politik dan ormas Himpunan Kerukunan Tani Indonesia(HKTI), Koperasi Pasar, dan lain-lain. Dia menempuh kehidupan non militer dengan membangun kekuatan rakyat.
Apakah salah ambisi ini?
Dalam teori teori kepemimpinan, ambisi adalah syarat penting untuk mencapai cita cita. Namun, dibalik itu semua, ambisi itu berupa kebaikan jika ada misi kebaikan didalamnya.
Ambisi Prabowo untuk berkuasa tertuang dalam pikiran2nya baik dalam buku “Membangun Indonesia Raya”, “Pradoks Indonesia”, maupun pidato2nya yang dapat diakses di youtube. Intinya, Prabowo berkeinginan membangun Indonesia yang berkeadilan, berdaulat dan mandiri.