2. Mereformasi tata hubungan keuangan pusat dan daerah dengan cara pengaturan kembali sistem distribusi keuangan nasional sehingga proses pembangunan tidak semata-mata mengikuti logika struktur pemerintahan, tetapi melihat kondisi dan kebutuhan daerah asimetris. Belum ada bukti berupa data, fakta dan angka bahwa Pemerintahan Jokowi-JK telah merealisasikan rencana kegiatan ini.
3. Menata kembali pemekaran daerah dengan perubahan kebijakan DAU yang menjadi salah satu sebab mendorong pembentukan daerah otonom baru dan mengharuskan adanya pentahapan bagi pembentukan daerah otonom baru. Dlm realitas obyektif, sudah dihentikan implementasi kebijakan pembentukan daerah otonom baru. Jadi, solusi Jokowi bukan pd DAU, tetapi kebijakan moratorium pembentukan daerah otonom baru dan kini masih berlaku.
4. Mereformasi keuangan daerah dgn mendorong daerah
utk dapat melakukan pengurangan overhead cost (biaya rutin) dan mengalokasikan lebih banyak utk pelayanan publik. Realitas obyektif menunjukkan sesungguhnya tidak ada usaha serius dan optimal Pemerintah utk merealisasikan rencana kegiatan ini. Masih ditemukan banyak daerah mengutamakan biaya rutin ketimbang pelayanan publik. Salah satu sebabnya, terbatasnya APBD.
5. Mendorong daerah mempunyai sumber-sumber keuangan memadai untuk membiayai urusan pemerintahan yg dilaksanakan. Sejauhmana sudah direalisasikan Pemerintah rencana kegiatan ini, kita masih menunggu laporan resmi Pemerintah.
6. Memfasilitasi daerah agar mampu mengelola keuangan daerah secara efektif, efisien, dan akuntabel dgn berbasis kinerja. Seberapa banyak daerah telah difasilitasi Pemerintah sepanjang 3 tahun ini, belum ada data, fakta dan angka resmi dari Pemerintah.
7. Membangun kekuatan kapasitas fiskal negara melalui antara lain: merancang ulang lembaga pemungutan pajak berikut peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur perpajakan. Janji Jokowi ini menjadi rencana kegiatan dituangkan di dlm RPJMN 2015-2019. Rencana ini utk memisahkan Ditjen Pajak dari Kemenkeu. Pemerintah juga telah mengajukan Rencana Revisi UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Sudah juga dibentuk Panitia Kerja (Panja) di Komisi XI terkait RUU KUP ini. Namun, pembahasan di Komisi XI terkait revisi UU KUP masih dalam tahap awal sehingga belum terlalu masuk ke materi. Terkesan Menkeu Sri Mulyani tidak mengutamakan rencana ini. Realitas obyektif menunjukkan pembahasan di DPR terhenti atau mangkrak. Diperkirakan, rencana ini akan gagal. Kinerja Jokowi buruk.
Standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus keuangan negara berikutnya bersumber dari RPJMN 2015-2019. Beberapa diantaranya:
1. Di akhir periode RPJMN, rasio penerimaan perpajakan ditargetkan 16 % PDB termasuk pajak daerah 1 % PDB.
Realisasi penerimaan pajak 2015 Rp. 1.055,61 triliun. Angka ini mencapai hanya 81,5 % dari Target dari APBN 2015. Tergolong buruk, gagal hampir 20 %. Realisasi penerimaan pajak 2016 mencapai Rp 1.105 Triliun atau hanya 81,54 % dari Target APBN 2016. Tidak ada perubahan signifikan dibandingkan penerimaan pajak 2015. Tergolong buruk, sudah tidak ada peningkatan berarti dan juga gagal hampir 20 %. Realisasi penerimaan pajak 2017 Rp. 1.211 Triliun atau 82,3 % dari Target APBN-P 2017. Angka ini menunjukkan tidak ada kenaikan penerimaan pajak berarti karena masih mencapai Target 82,3 %, tidak jauh beda dgn pencapaian target 2016, yakni 81,54 %. Tergolong buruk, tidak ada peningkatan signifikan dan masih sekitar 20 % gagal dari Target APBN. Bagaimana tahun 2018 dan 2019 ? Jika tidak boleh diprediksi menurun, kemungkinan masih pada angka 80-85 % dari Target APBN. Tidak mampu mendekati apalagi mencapai target. Tidak berjebih-lebihan prediksi bahwa kondisi kinerja Jokowi urus penerimaan pajak tergolong buruk.