Adanya situasi itu, tepat bila kita mengkaji kembali pandangan sejarawan Australa, MC Ricklefs, mengenai soal Gatoloco (lihat buku: Mengislamkan Jawa, Serambi, Cet 1 November 2013), Ricklefs menyatakan bila di antara kaum priyayi di Jawa pada masa itu memang tumbuh sentiment anti-Islam. Mereka beranggapan bahwa peralihan keyakinan ke Islam adalah sebuah kesalahan dan bahwa kunci modernitas yang sesungguhnya terletak kesalahan peradaban.
Selain itu, mereka pun percaya bila kunci modernitas yang sesunguhnya itu terletak pada penggabungan pengetahuan moderen ala Eropa dengan restorasi kebudayaan Hindu –Jawa. Islam dalam hal ini dipandang sebagai penyebab mundurnya wujud paling agung dari kebudayaan tersebut: Kerajaan Majapahit.
Pada tahun 1870-an, para penulis dari Kediri memang telah meramu gagasan-gagasan semacam ini di dalam tiga karya sastra yang ‘mengagumkan’, Babad Kedhiri, Suluk Gatholoco, dan Serial Dermagandul, dan mengolok-olok Islam. Karya tersebut ini meramalkan bahwa penolakan terhadap Islam akan terjadi empat abad setelah kejatuhan Majapahit.
Rickles mengengarai, buku itu mungkin ditulis untuk memperingati berdirinya sebuah sekolah milik pemerintah kolonial bagi kaum elite di Probolinggo pada 1878, atau 400 tahun setelah runtuhnya Majapahit sebagaimana secara tradisional diyakini – dan bahkan orang Jawa akan menjadi pemeluk agama Kristen.