Catatan Kritis 7 Tahun Kepemimpinan Jokowi

Bagaimana fakta faktualnya?

Setidaknya terdapat beberapa indikasi utama penyebab kemerosotan indeks demokrasi khususnya dalam kebebesan berpendapat dan dan kebebesan berorganisasi, yakni: Pertama, pembubaran dua organisasi keagamaan yakni Hizbut Tahrir Indonesia dan Fron Pembela Islam (FPI).

Kedua, Ormas keagamaan tersebut dilarang beraktivitas dan yang tragis, dialami oleh FPI yang harus kehilangan 6 orang anggotanya (terbunuh) dalam proses pengawalan Habib Rieziq.

Pelarangan beraktivitas kedua Ormas keagamaan tersebut diambil oleh pemerintah dengan tanpa proses hukum terlebih dahulu.

Sejatinya pelarangan tersebut sebagai bentuk penegakan hukum dari aparat negara segera setelah kasusnya memiliki kekuatan hukum tetap.

Pelarangan tersebut secara jelas bertentangan dengan kebebasan berkumpul dan berorganisasi yang dijamin konstitusi UUD 1945.

Gangguan Kebebesan berekspresi juga dialami oleh acara reality show ILC Garapan Karni Ilyas, berhentinya tayangan acara tersebut diduga kuat terkait dengan campur tangan kekuasaan, sebagaimana dituturkan oleh host nya sendiri bahwa ia mengalami banyak tekanan.

Menilik konten acaranya yang kritis diduga kuat sebagai penyebab munculnya resistensi dari elit berkuasa.

Kebebasan berkespresi juga terdistorsi dalam beberapa kasus sebagaimana dialami oleh aktivis KAMI, aktivis mahasiswa dan kelompok pro demokrasi.

Aktivitas mereka kerap menyoal berbagai isu kebangsaan dan kenegaraan, penanganan yang ekstra keras dari aparat keamanan dalam aktivitas demonstrasi mahasiswa membawa catatan kelam kehidupan demokrasi Indonesia.

Indikasi adanya kriminalisasi kepada kelompok aktivis dan kritis tersebut menjadi sulit dipungkiri yang ‘terlihat’ dari adanya upaya mencari ‘celah’ kesalahan kepada sang aktivis.

Rendahnya kualitas demokrasi di Indonesia, sebagaimana indikator dari Indeks Demokrasi Indonesia (IDI 2020), bukan hanya disumbangkan oleh distrorsi kebebasan berekspresi, tetapi juga kontribusi dari variable partisipasi politik publik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan. Tercatat variabel ini terbilang terendah yakni 54,00 poin.

Apa fakta faktual di balik rendahnya variable ini?

Satu kasus penting yang bisa mewakili bagaimana perilaku rezim, bagaimana kekuasaan mempersempit kran partisipasi publik dalam perumusan kebijakan.