Contoh besarnya adalah penutupan reklamasi. Ini adalah bentuk nyata pembelaan terhadap para nelayan sebagai representasi masyarakat miskin dan pinggiran. Ini keputusan spektakuler karena _high’ risk_. Langsung berhadap-hadapan tidak saja dengan taipan, tapi juga dengan penguasa.
Kedua, soal komitmen hukum. Anies adalah sosok yang dalam mengambil setiap keputusan mendasarkan kepada hukum yang berlaku. Karena itu, Anies tak ada beban masa lalu, karena semuanya dilakukan dalam koridor hukum.
Rahasia dibalik keberhasilan Anies menghentikan Alexis dan menutup reklamasi, adalah karena keduanya sarat pelanggaran hukum. Penutupan sebagai langkah penegakan hukum yang selama ini tumpul terhadap orang-orang berduit yang punya akses kekuasaan.
Di sisi lain, penguasa saat ini “dikesankan” represif dan “diduga” menggunakan hukum sebagai alat mematikan lawan-lawan politiknya. Istilah kriminalisasi menjadi sangat populer di era kepemimpinan sekarang.
Status WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK yang didapat oleh Pemprov DKI dalam enam bulan pasca pelantikan Anies adalah bukti nyata adanya komitmen hukum Anies. Di era Jokowi, Ahok dan Djarot, Pemprov DKI belum pernah mendapatkan status WTP.
Ketiga, Anies diasosiakan publik sebagai sosok yang smart. Baik konsep, narasi maupun kinerjanya. Identifikasi ini tidak melekat di diri Jokowi. Dalam konteks pendidikan, Anies lulusan S3 dengan gelar doktor, dan Jokowi lulusan S1 jurusan kehutanan. Tapi, bukan semata-mata faktor pendidikan seseorang teridentifikasi _smart_. Namun, pendidikan, selain pengalaman, memberi kontribusi signifikan terhadap kamampuan seseorang memimpin. Perbedaan ini bisa dibayangkan ketika ada debat antara Jokowi vs Anies di pilpres nanti.
Keempat, kesantunan dan sikap _humble_ sebagai pola komunikasi politik Anies diprediksi mampu meredam konflik rakyat yang berlarut-larut selama ini. Dari 40-an% yang tidak memilih Anies di Pilgub DKI 2017, hanya tersisa 5-6 persen yang belum menerima kepemimpinan Anies. Ini bukti kemampuan Anies dalam komunikasi politik. Kemampuan Anies menyapa dan mengajak bicara lawan politik menjadi faktor penting untuk menyatukan keterbelahan sosial yang selama ini terjadi.
Setidaknya, empat faktor ini yang membuat panggung Anies semakin efektif dan mampu menjadi faktor magnetik rakyat mengapresiasi. Apresiasi itu bisa dilihat dari hasil survei. Median hanya mengangkat tiga sosok potensial untuk nyapres, yaitu Jokowi, Prabowo dan Anies.
Anies benar-benar akan jadi alternatif jika Prabowo tak mendapatkan tiket partai untuk maju. Suara Gerindra tak cukup. Sementara, belum ada tanda-tanda keseriusan partai yang bersedia koalisi jika calonnya masih tetap Prabowo. Di tengah kebuntuan koalisi ini, Anies paling potensial jadi alternatif. Prediksi survei, hanya Anies yang diprediksi paling berpotensi dan berpeluang jadi lawan seimbang Jokowi. Tidak yang lain.
Jakarta, 27/7/2018 [teropongsenayan]
*Penulis: Dr. Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa