Eramuslim.com – Partai umat itu PKS, PAN, PPP dan PKB. Belakangan PBB masuk. Gerindra? Nasionalis sekuler. Hanya saja, punya hubungan dekat dengan PKS. Sama-sama konsisten sebagai oposisi. Sekutu, begitu istilah yang digunakan Prabowo.
Belakangan, PPP dan PKB nempel Jokowi. Setelah sebelumnya dukung Ahok di Pilgub DKI 2017. Sejak itu, kedua partai ini dianggap tidak memperjuangkan umat. Sebaliknya, berhadapan dengan kepentingan umat. Umat yang mana? Yang anti Ahok.
Hanya PAN dan PKS yang mengambil posisi untuk merepresentasikan umat. Umat yang ini tidak hanya anti Ahok, tapi umat yang ingin ganti presiden. Yang anti Ahok, umumnya juga anti Jokowi. Sebab, Jokowi-Ahok dianggap satu pengusung, pendukung dan sama bohirnya.
PKS punya kursi 40, dan PAN 49 kursi. Jumlah 89 kursi. Kedua partai ini tak segera beri dukungan kepada Prabowo. Pasalnya? Kabar santer, mereka tak yakin Prabowo menang. Indikatornya? Kalau yakin menang, pasti PAN-PKS akan dukung tanpa syarat cawapres. Demi jaga soliditas, PKS tetap dukung Prabowo, meski kecil peluangnya untuk menang. Sama-sama kalah, cawapresnya mesti dari PKS. Gunanya? _Elektoral effect_. Suara PKS naik untuk memperbanyak jumlah kursi di DPR. PAN tak setuju. Rasionalkah alasan ini?
Satu sisi, tagar dan kampanye #2019GantiPresiden lahir dan didengungkan oleh Mardani Ali Sera, kader PKS. Disisi lain tetap mau usung calon yang tidak diyakini akan menang. Alasannya demi solditas. Nah, apa maksud PKS? Kalau benar PKS hanya mengutamakan soliditasnya dengan Gerindra, dan semata-mata mengejar elektoral partainya, dengan mengabaikan unsur kemenangan di pilpres 2019, maka sama halnya PKS tak sejalan dengan umat yang ingin ganti presiden.
Jika kabar ini benar, maka PKS bersikap _partai oriented_. Bukan _umat oriented_. Mengabaikan aspirasi umat yang selama ini percaya PKS-PAN dan Gerindra sebagai gerbong ganti presiden.