Jika Jokowi tidak menunjukkan itikad membuka aliran dana korupsi asuransi Jiwasraya dan bagaimana petinggi kantor KSP (Kepala Staf Presiden) serta langkah penyelamatan asuransi Jiwasraya dan lainnya (Asabri, Taspen, Dana Pensiun BUMN, dll), maka kita patut bertanya, apakah Jokowi bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan aset-aset negara?
2. Virus 2019 nCoV
Isu kedua yang penting dalam 100 hari rezim Jokowi adalah respons Jokowi dalam mengantisipasi penyebaran virus corona (2019 nCoV) di Indonesia. Beberapa negara menunjukkan respons yang benar.
Inggris sedang menyelidiki 2.000 warganya yang baru kembali dari Wuhan, Hubei dan pengunjung China selama dua minggu terakhir. Pada tanggal 23 Januari pemerintah China menutup bandara Wuhan.
Jadi siapapun yang balik dari Wuhan dan China antara tanggal 9-23 Januari dipelajari pemerintah Inggris. Mereka ingin tahu apakah ada yang terkena virus Corona, virus flu mematikan.
Penerbangan terakhir Wuhan-Sydney tanggal 23 Januari diawasi dengan ketat. Pemerintah Australia langsung mendata semua alamat penumpang. Meminta mereka melaporkan kesehatan mereka selama dua minggu sejak mereka mendarat di Australia. Tentu saja di pintu masuk bandara mereka semua diperiksa thermal system dan segala urusan kesehatan.
New York Post dalam berita onlinenya, 27 Januari, berjudul “US scrambles to evacuate Americans from Wuhan on chartered flight”. Itu adalah berita pengevakuasian terakhir dari negara asing yang cinta rakyatnya. Prancis, Korea Selatan, Jepang dan lain-lain sudah juga melakukan evakuasi.
Di Indonesia, Menteri Kesehatan republik ini kemarin di media online mengatakan “bagaimana cara mengevakuasi warga negara Indonesia?”. Sebelumnya, tanggal 27 Januari, Presiden Jokowi memposting teka-teki di twitter tentang kunjungan akhir tahunnya ke Semarang.
Tanya Jokowi: “hayoo tebak yang mana wajah saya?” Kontan saja nitizen marah pada Jokowi. Kok anda masih main tebak-tebakan, padahal rakyat sedang cemas dengan isu virus corona?
Berbeda dengan SBY ketika memerintah. Pada saat merebak flu burung, SBY langsung membentuk Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan. Mungkin Jokowi masih merasa soal kedatangan virus corona masih jauh. Yang diberitakan semua yang diperiksa dari Sabang sampai Merauke hanya “suspect”.
Namun, rakyat tidak dapat terima. Alasannya adalah Indonesia dibanjiri oleh pendatang-pendatang China selama rezim Jokowi berkiblat ke China. Hal ini memungkinkan penyebaran virus itu ke Indonesia lebih cepat dibandingkan negara-negara tetangga, seperti Singapore dan Malaysia, yang tidak berkiblat politik ke China.
Jokowi mengatakan sudah menyediakan alat pendeteksi di setiap airport kedatangan? Tapi, bukankah deteksi itu tidak menangkap gejala yang kondisinya masih inkubasi? Koran Republika Online, 27 Januari, misalnya menurunkan berita “dua turis China pengidap virus corona, lolos dari Thermal Scanner di airport Prancis”.
Apakah airport kita lebih canggih dari Prancis dalam hal ini?
Lalu, Menteri Kesehatan mengatakan bahwa pemerintah Komunis RRC menjamin semua warganya yang datang ke Indonesia bebas flu 2019 cNoV itu. Apakah pemerintah kita tergantung dari pernyataan pemerintah RRC?
Lalu bagaimana mengukur tanggung jawab Jokowi dalam isu ini?
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, minta pemerintah membuat “travel warning”. Bambang meminta tiru saja negara seperti Amerika dan Inggris yang mengeluarkan travel warning bagi warganya untuk tidak plesiran ke China.
Bambang juga meminta agar wisatawan Cina dilarang masuk Indonesia. Ketika Amerika menaikkan travel warning klasifikasi 3 untuk China dan klasifikasi 4 untuk Wuhan, Hubei, pemerintah Indonesia mengeluarkan “travel advice”. Kata Bambang, travel advice itu tidaklah cukup.
Dasco Ahmad, di sisi lainnya, selain meminta cegah turis China, meminta juga pemerintah membuat tim khusus dalam menghadapi virus corona ini.
Pandangan kedua wakil rakyat ini mendekati pikiran rakyat. Beberapa hari sebelum mereka, ketua PHRI, Harijadi Sukamdani, sudah meminta stop turis China. Namun, sebaliknya pemerintah kurang sensitif.
Bahkan, ketika Lion Air terbang ke Wuhan pada tanggal 26 Januari, membawa penumpang China dari Bali, pesawat itu pulang kosong. Bukankah seharusnya pesawat itu mengevakuasi nyawa-nyawa anak-anak Indonesia di Wuhan?