Disukai atau tidak, diakui ataupun dibantah, faktor Amerika Serikat (AS) ikut menentukan siapa yang bisa jadi Presiden RI, di tahun 2014 itu.
Tahun itu AS tidak punya pilihan lain kecuali Joko Widodo. Di Pilpres 2014 rakyat Indonesia pun dipaksa memilih Jokowi atau Prabowo Subianto.
AS yang konon tidak menyukai Prabowo Subianto mendapatkan momentum. Maka ketika mantan Danjen Kopassus ini menjadi pesaing Jokowi, AS pun bersikap dan seperti sebuah ungkapan “pucuk dicinta ulam tiba”.
AS yang selalu mengungkit pelanggaran HAM oleh militer termasuk Prabowo, menemukan Jokowi, seorang sipil yang harus mengalahkan seorang Jenderal.
AS pun memperkuat dukungannya terhadap Jokowi.
Tak kurang Dubes AS (waktu itu) Robert Blake bahu membahu dengan seorang pebisnis Indonesia yang dikenal mewakili kepentingan CSIS, memperkuat lobi dan dukungan terhadap Jokowi.
CSIS dikenal sebagai agen perubahan AS di Indonesia. Di era Orde Baru, lembaga “think tank” ini dikenal sebagai pemasok Menteri, Duta Besar, Petinggi MIliter, Anggota Parlemen dalam sistem terpadu pemerintahan yang dipimpin Presiden Soeharto.