Sekalipun disadari kesulitan yang dihadapi Jokowi saat melanjutkan kepememimpin RI dari tangan SBY, cukup tinggi, akan tetapi persoalan itu, tak bisa dijadikan alasan. Terutama karena rakyat yang memilihnya berpegang pada janji dan program kerjanya.
Banyak di antara mereka tidak kenal siapa Jookowi, saat kampanye kecuali janjinya. Jadi rakyat butuh bukti atas apa yang dijanjikan.
Satu contoh saja misalnya. Yakni janji mengatasi pengangguran. Janji ini tak kunjung terwujud. Sekedar menjadi sebuah pepesan kosong belaka.
Ketidakberhasilan atau juga ketidakmampuannya, apakah karena situasi ekonomi sehingga tidak memungkinkan atau investasi yang tidak mampu menyedot tenaga kerja yang menjadi kendala?
Hal di atas tetap tak bisa dijadikan sebagai alasan atau “excuse”.
“Promise remains a promise,” ujar seorang pengamat.
Di Pilpres 2014, Jokowi bisa terpilih karena faktor dalam dan luar negeri. Dua-duanya kondusif mendukung.
Tapi di tahun 2019, keduanya, sudah berubah total. Realita baru adalah perubahan.
Di pihak lain, Jokowi nampaknya masih cukup percaya dengan berbagai hasil survei yang bermunculan akhir-akhir ini.Semuanya menawarkan pujian.
Beberapa survei mmemang masih menunjukkan keunggulan. Tingkat popularitas dan elektabilitas Jokowi sebagai kandidat Presisen 2019, tetap tinggi.