Ironisnya, Jokowi baik sebagai Presiden maupun sebagai pebisnis meubel, boleh jadi tidak menyadari masalah peka ini.
Bisa jadi juga Presiden ke-7 RI ini, cukup paham atas masalah sensitif ini. Namun karena cara pandangnya selalu positif, maka masalah yang sensitif, tidak dijadikannya sebagai sebuah persoalan serius.
Boleh jadi juga karena Jokowi tidak punya pembantu yang berani memberi laporan berisikan hal-hal yang genuine.
Sementara itu bergeraknya Jenderal Gatot Nurmantyo ke kantong-kantong pengkaderan Islam, tak bisa dianggap remeh. Hal itu agaknya terkait dengan kekecewaan TNI AD yang sudah lebih dari satu dekade, berada dalam posisi dan porto folio yang tidak nyaman.
Militer khususnya TNI AD yang sudah terbiasa berada di kursi kekuasaan, mulai merasa semakin tidak nyaman dengan Indonesia dipimpin oleh Presiden sipil.
Ketika Indonesia dipimpin SBY selama 10 tahun, ketidak-nyamanan itu masih belum terlalu dianggap sebagai sesuatu yang penting dan perlu dipersoalkan. Karena sekalipun SBY lebih menonjolkan sisi sipilnya ketimbang militer, keadaan itu masih diterima sebagai sebuah konsekwensi dari perubahan sistem politik Indonesia.
Dimana sipil sebagai kekuatan mayoritas, perlu berdaulat di sebuah negara demokrasi.
Tetapi situasinya berubah. Terutama ketika AHY (Agus Harimurti Yudhoyono), perwira muda yang memiliki segala-galanya, tiba-tiba memutuskan berhenti dari korps militer.
Artinya AHY membuang keistimewaan di korps militer.
Peluangnya menjadi jenderal bintang empat, tanpa rasa ragu apalagi penyesalan, diabaikannya begitu saja.
Dalam konteks itulah saya melihat Jenderal Gatot Nurmantyo, melakukan manuver. Ingin mengembalikan marwah militer, yang sudah sempat dibuang AHY. Bahwasanya militer sebagai sebuah kekuatan yang tidak bleh diabaikan. Bahkan pantas memimpin Indonesia.
Semoga diskurs di catatan ini, tidak mengganggu Presiden Jokowi, Jenderal Gatot, dan atau siapapun yang cinta Indonesia.[kl/ts]
Penulis: Derek Manangka
https://m.eramuslim.com/info-produk/kaos-umar-bin-khattab-miliki-kaosnya-dan-cerna-kisahnya.htm