Memang serba salah. Orang-orang yang mengalami peristiwa semacam yang disebutkan di atas, wajar merasa bahwa mereka sedang diteror. Tetapi, membuat kesimpulan bahwa kedua kejadian itu adalah bentuk teror terhadap mereka, bisa menjadi kesimpulan yang gegabah.
Kalau misalnya Mardani ditanya bagaimana perasaan dia tentang bom molotov di rumahnya itu, besar kemungkinan dia akan mengatakan itu bentuk teror yang berkaitan dengan kepeloporannya di dalam gerakan GP. Demikian pula kalau kita tanya Mbak Neno. Saya yakin beliau akan menjawab bahwa ada yang melakukan teror terhadap dirinya yang juga terkait dengan aktivitas GP yang dia lakukan.
Tetapi, mungkinkah ada teror terhadap para aktivis #2019GantiPresiden?
Wallahu a’lam. Time will tell. Waktu yang akan bercerita. Suatu ketika nanti bisa saja terungkap jawaban yang apa adanya.
Kita berharap agar proses politik yang bertujuan untuk mengimplementasikan prinsip demokrasi di negeri ini, tidak lagi diwarnai oleh bentuk-bentuk teror sebagaimana pernah kita alami di masa lalu, baik di masa Orde Lama maupun di masa Orde Baru. Cukuplah persekusi di era kegelapan dulu itu, sampai di situ saja. Yaitu, persekusi yang membuat banyak orang menjadi korban kriminalisasi dan tindak kekerasan yang “tak bisa diungkap”.
Jangan kita ulangi. Jangan kita ciptakan siklus dendam yang berkepanjangan.