Kesimpulkan ceroboh ini bagaikan dianulir oleh Wakapolri Komjen Syafruddin. Dalam penjelasan kepada para wartawan di Jakarta, Senin (13 Nov 2017), Syafruddin memperingatkan agar tidak membuat kesimpulan sebelum bisa dipastikan betul para pelaku adalah teroris.
Seperti dikutip koran Republika Online, Wakapolri mengatakan, “Jangan dulu disimpulkan bisa saja kelompok biasa tapi indikasi ke situ (jaringan teroris) ada.”
Kalau meneriakkan “takbir” dijadikan sebagai indikasi teroris, maka akan banyak sekali kecelakaan bus atau kendaraan lainnya yang bisa digolongkan sebagai peristiwa terorisme. Sebab, bisa saja para penumpang yang beragama Islam di dalam bus yang bertabrakan atau kecelakaan lain, misalnya, mengucapkan “takbir” (Allahu akbar) secara spontan.
Kalau ada penumpang yang selamat dan sempat mendengar teriakan “Allahu akbar” itu, maka mulai sekarang mereka bisa melaporkan ke polisi bahwa kecelakaan bus kemungkinan bisa disebut sebagai peristiwa terorisme. Atau, paling tidak, bus itu sedang membawa teroris.
Ucapan “takbir” adalah bagian penting dalam pelaksanaan ibadah, khususnya sholat, bagi kaum muslimin. Banyak masjid di seluruh Indonesia yang, terkadang, memakai pengeras suara ketika melaksanakan sholat. Sewaktu imam memulai sholat, dia akan mengucapkan “takbir” sampai kedengaran ke luar.