Yang kedua. Ada pertanyaan yang harus dijawab oleh PA-212: mengapa Anda semua harus menemui Jokowi secara rahasia? Mengapa harus tertutup? Bukankah tuntutan agar kriminalisasi para ulama dihentikan, lebih baik disampaikan secara terbuka? Tidak salah melakukan pertemuan tertutup, tetapi masalah yang dibicarakan haruslah masuk kategori “sensitif”. Misalnya, para ulama harus mengatakan secara terus-terang dan gamblang bahwa cara Pak Jokowi mengelola negara ini sudah sangat mengkhawatirkan.
Kedua, sejak kapan para “penggoreng” bisa dipercaya untuk tidak membocorkan pertemuan yang sangat penting artinya bagi pencitraan Pak Jokowi itu? Kelihatannya, para pemuka PA-212 selalu bersangka baik. Tidak salah. Tapi, rasa-rasanya, para anggota Tim 11 tentulah orang-orang yang kecedasannya tak diragukan lagi. Mereka itu adalah para cendekiawan yang sangat piawai. Tak terbayangkan kalau mereka bisa masuk perangkap.
Pelajaran ketiga. Dikeliling oleh sangka-baik, segenap warga PA-212 haruslah “rajin” berkalkulasi dalam menghadapi para penguasa. Khususnya, berhati-hati dalam berkomunikasi dengan para penguasa yang “tiba-tiba” saja senang bersilaturhami dengan para ulama dan konstituen Islam.
Nah, hari ini kita semua menjadi paham. Paham bahwa, hampir pasti, yang diperlukan oleh tim pencitraan Pak Jokowi adalah foto dan rekaman lainnya yang menunjukkan pertemuan itu. Mereka tidak terlalu pusing dengan kualifikasi pertemuan. Pertemuan tertutup atau terbuka, bagi “penggoreng” tak ada bedanya. Yang mereka pentingkan adalah kesan positif untuk Pak Jokowi yang didapatkan dari pertemuan semacam ini.
Semoga ke depan ini keluarga besar PA-212 akan lebih hati-hati. Agar keinginan murni dan untuk ikut berkontribusi positif, tidak diselewengkan oleh para penguasa negeri. Mudah-mudahan saja Presiden mendengarkan desakan Tim 11 agar kriminalisasi terhadap para ulama dihentikan.
Bagus juga dipikirkan saran seorang penulis medsos agar para anggota Tim 11 mengganti handphone mereka karena lumayan lama ditinggal ketika mengikuti pertemuan dengan Pak Jokowi. (kk/swamedium)
*Oleh Asyari Usman, Penulis adalah wartawan senior