Saya juga tidak tega kepada teman-teman yang anti-Khilafah. Tidak tega mensimulasikan nasibnya di depan Tuhan. Sebab mereka menentang konsep paling mendasar yang membuat-Nya menciptakan manusia. Komponen penyaringnya dol: anti HTI berarti anti Khilafah. Lantas menyembunyikan pengetahuan bahwa anti Khilafah adalah anti Tuhan. “Inni ja’ilun fil ardli khalifah”. Sesungguhnya aku mengangkat Khalifah di bumi. Ketika menginformasikan kepada para staf-Nya tentang makhluk yang Ia ciptakan sesudah Malaikat, jagat raya, Jin dan Banujan, yang kemudian Ia lantik – Tuhan tidak menyebutnya dengan “Adam” atau “Manusia”, “Insan”, “Nas” atau “makhluk hibrida baru”, melainkan langsung menyebutnya Khalifah. Bukan sekadar “Isim” tapi juga langsung “Af’al”.
Konsep Khilafah dengan pelaku Khalifah adalah bagian dari desain Tuhan atas kehidupan manusia di alam semesta. Adalah skrip-Nya, visi missi-Nya, Garis Besar Haluan Kehendak-Nya. Khilafah adalah UUD-nya Allah swt. Para Wali membumikannya dengan mendendangkan: di alam semesta atau al’alamin yang harus dirahmatkan oleh Khilafah manusia, adalah “tandure wis sumilir, tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar”. Tugas Khalifah adalah “pènèkno blimbing kuwi”. Etos kerja, amal saleh, daya juang upayakan tidak mencekung ke bawah: “lunyu-lunyu yo penekno”. Selicin apapun jalanan di zaman ini, terus panjatlah, terus memanjatlah, untuk memetik “blimbing” yang bergigir lima.
Khilafah adalah desain Tuhan agar manusia mencapai “keadilan sosial”, “gemah ripah loh jinawi”, “rahmatan lil’alamin” atau “baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghofur”. Apanya yang ditakutkan? Apalagi Ummat Islam sudah terpecah belah mempertengkarkan hukum kenduri dan ziarah kubur, celana congklang dan musik haram, atau Masjid jadi ajang kudeta untuk boleh tidaknya tahlilan dan shalawatan. Mungkin butuh satu milenium untuk mulai takut kepada “masuklah ke dalam Islam sepenuh-penuhnya dan bersama-sama”. Itu pun sebenarnya tidak menakutkan. Apalagi dunia sekarang justru diayomi oleh “udkhulu fis-silmi kaffah”: masuklah ke dalam Silmi sejauh kemampuanmu untuk mempersatukan dan membersamakan.