Buzzerkrasi Di Rezim Jokowi

Yang terakhir ini ternyata sangat berbahaya sebab dibentuk memang dengan tugas menyerang lawan. Korporatokrasi atau kleptokrasi hanya memangsa lingkaran kecil dan tertentu, tetapi buzzerkrasi menjadikan oposisi sebagai target. Politisi, cendekiawan, aktivis, hingga rakyat kebanyakan.

Pemimpin negara yang tak punya wibawa dan pengecut akan membayar harga mahal para buzzer. Sayangnya bukan uang pribadi tetapi uang negara. Jika ini yang dilakukan, maka hal itu bukan masuk bagian dari dana sosial atau hibah tetapi korupsi karena dana buzzer tidak masuk dalam item APBN yang disetujui DPR.

Rambahan buzzer cukup luas dan dapat kemana-mana. Natalius Pigai menyebut bahwa serangan rasialisme kepada dirinya dilakukan pula oleh para buzzer. Menurutnya rasisme para buzzer ini di remote control oleh lingkaran kekuasaan. Meski dibantah oleh Ngabalin tetapi kecurigaan Pigai cukup beralasan.

Keberadaan buzzer menurut Ketua YLBHI Asfinawati dibenarkan atas dasar penelitian Oxford University. Buzzer ini merusak demokrasi dengan memanipulasi opini, menyebar hoax dan ujaran kebencian. Dimanfaatkan optimal oleh elit-elit politik. Tanpa gangguan apalagi penangkapan aparat. Mereka menggunakan media untuk propaganda dengan melabrak kode etik jurnalistik.