Buzzer, Makhluk Pemecah Belah Bangsa

Eramuslim.com – HADIRNYA buzzer dikanca perpolitikan Indonesia memberikan dampak tersendiri. Awalnya, buzzer berkembang sebagai sebuah strategi pemasaran untuk mempromosikan produk guna mendongkrak penjualan.

Kemudian fungsi buzzer berubah pada 2012 ketika pasangan Jokowi-Ahok menggunakan pasukan media sosial untuk mendorong segala wacana atau isu politik. Dan sampai sekarang eksistensi buzzer itu masih ada. Buzzer-buzzer ini diorganisir dalam rangka untuk melakukan war opinion terhadap lawan-lawan politik

Mengamati buzzer yang sering melakukan counter opinion terhadap para kritikus menjadikan pemikiran kita confused, betapa tidak deskripsi yang didengungkan dominan fallacy namun selalu hadir dan viral. Fallacy-fallacy yang disuguhkan di publik oleh buzzer melalui medsos seolah menjadi kebenaran baru bagi orang awam bila pengamatannya hanya dilakukan secara sepintas. Mereka menjelma menjadi demagog bagi publik yang tidak memiliki pengetahuan dan kesadaran kritis.

Diakui atau tidak faktanya para buzzer memiliki power yang luar biasa kuatnya, walaupun deskripsi yang disajika tak beraturan (kontradiktif), sebuah kalimat dan diksi yang destruktif namun memiliki power destroyer bagi para kritikus, baik dari akadimik maupun para ahli atau profesional. Selagi mereka mengkritik pemerintah maka buzzer akan hadir dengan kekuatan destroyernya.

Pada prinsipnya demokrasi akan tumbuh dengan baik bila kebebasan berbicara dan ekspresi (freedom of speak and ekspretion) dilindungi dan diberikan ruang bagi masyarakat untuk memberikan kontrol dan pengawasan bagi pemerintah, agar pemerintah menjalankan fungsinya seperti mandat publik yang diberikan pada pemerintah (teori kontrak sosial).