Eramuslim.com – MODERNISASI dan cinta. Minke (diperankan Iqbaal Ramadhan) mengalami kegalauan akut terhadap hidup yang dipilihnya dan berkelindan dengan dua hal itu. Di satu sisi ia seorang anak bupati yang mengenyam pendidikan Eropa: bersekolah dengan anak-anak Belanda dan Indo (blasteran bumiputera dengan Eropa) pada zaman peralihan. Di sisi lain cintanya kandas karena aturan kolonial yang sangat rasialistis akhir abad ke-19.
Setidaknya begitu gambaran yang disuguhkan sineas Hanung Bramantyo dalam Bumi Manusia. Film drama yang diangkat dari tetralogi pertama Pulau Buru Pramoedya Ananta Toer bertajuk sama. Karya sastrawan yang disebutkan Hanung, sebagai karya yang acap dibaca secara sembunyi-sembunyi di masa Orde Baru.
Memang Hanung tak menyertakan periode waktu. Namun soal era sangat nampak lantaran Minke salah satu pemuda HBS Hogere Burgerschool (setara SMP-SMA) Surabaya yang turut antusias melihat perayaan penobatan Wilhelmina menjadi Ratu Belanda, 6 September 1898.
Tetapi di lain pihak, Minke melihat sendiri bagaimana dampak modernisasi yang masuk ke Hindia Belanda di masa itu. Mulai dari kapal uap, keretapi uap, hingga teknologi komunikasi telegraf dan telegram. Serbuan teknologi Eropa yang kian memisahkan jurang antarkelas di kehidupan sosial Hindia Belanda. Betapa makin kuat penindasan yang terasa antara kelas Eropa dan Bumiputera.
Sementara itu dari sesama kawan HBS-nya pula, Robert Suurhof (Jerome Kurnia), ia mengenal bidadari Indo, Annelies Mellema (Mawar Eva de Jongh). Tidak butuh waktu lama Minke jatuh hati. Dalam selingan kisah asmara keduanya itu pula Minke melihat kenyataan yang tak biasa.