Bumi Hangus ACT, Langkah Lanjutan Terorisasi Kegiatan Umat Islam?

Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik

“Kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial,*ujar Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi, 6/7/2022.

Ribut-ribut soal ACT telah meningkat dijadikan sarana membelenggu kegiatan sosial keumatan. Kementerian Sosial akhirnya secara sepihak mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Tahun 2022.

Pencabutan sepihak izin ACT dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi, 5 Juli 2022.

Lucunya, pencabutan hanya didasarkan adanya indikasi kegiatan ACT dianggap bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

Dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan memang diatur bahwa pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.

Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7% dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan. Klarifikasi Ibnu Hajar inilah, yang dijadikan dalih pencabutan izin. Hanya tafsir sepihak atas materi konpers saat klarifikasi ACT.

Semestinya, pemerintah cq Kemensos melakukan pemanggilan, permintaan klarifikasi dan mengumpulkan bukti-bukti terkait kasus ACT. Bukan menafsirkan secara sepihak, lantas mencabut izin tanpa proses pembuktian terlebih dahulu.

Apalagi, untuk mendapatkan izin bukanlah perkara mudah. Namun, dalam kasus ACT ini nampaknya logika ‘SANKSI DULU, BUKTI BELAKANGAN’ yang dipergunakan Kemensos.

Asas asas umum pemerintahan yang baik dalam perkara ACT ini nampaknya tidak diindahkan. Kemensos tidak lagi memperhatikan asas kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas kemanfaatan, asas ketidakberpihakan/tidak diskriminatif, asas kecermatan, asas tidak menyalahgunakan kewenangan, asas pelayanan yang baik, asas tertib penyelenggaraan negara, asas akuntabilitas, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas keadilan.