Budaya Lapor dan Demokrasi Kita

Tidak sulit menebak arah pertanyaan Pak Jusuf Kalla itu. Pertanyaan ini agaknya lebih berupa satire terhadap kehidupan berdemokrasi kita saat ini. Sedikit-sedikit lapor, sedikit-sedikit lapor, begitu kalimat yang sering terdengar. Mulai dari obrolan warung kopi hingga perbincangan di linimasa media sosial. Kalimat ini sekaligus merefleksikan kegundahan hati sebagian masarakat.

Perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan dalam berdemokrasi. Penghormatan terhadap perbedaan pendapat merupakan roh bagi gerak dinamis demokrasi itu sendiri. Kita boleh berbeda pendapat terhadap suatu persoalan bangsa. Namun kita sepakat untuk tidak sependapat. Artinya, perbedaan pendapat tetap dihargai sebagai sebuah kewajaran.

Pun, Bhineka Tunggal Ika harusnya kita pahami dengan utuh. Tidak semata-mata hanya dipakai untuk menyamakan visi besar kita dalam memandang perbedaan. Tetapi juga untuk menumbuhkan perbedaan sebagai sebuah kekuatan dalam berbangsa. Konteksnya tidak sebatas menjaga kemajemukan warga bangsa, tetapi juga menjaga kemerdekaan pikiran.

Kalau hanya sekadar berbeda lantas menjadi bahan pelaporan, tentu tindakan ini justru berbahaya bagi demokrasi. Kita berharap, negara menjamin kemerdekaan pikiran sebagai dialektika yang sehat. Tentu sepanjang tidak melawan aturan. [FNN]

Penulis: Tamsil Linrung, Anggota Komite III DPD RI.