BRIN, Kepentingan Politik dan Riset

By Rizal Fadillah

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mulai memakan korban. Implikasi dari penggabungan empat lembaga riset BATAN, LAPAN, LIPI, dan BPPT adalah penyederhanaan tenaga peneliti. Ada 113 pegawai Lembaga Biologi Molekuler Eijkman  (LBME) diberhentikan dan 71 di antaranya adalah staf peneliti.

Penyatuan beberapa badan riset tersebut merupakan keputusan politik. Kemauan politik mengenai apa, bagaimana, dan tentu juga arah kegiatan riset.

Dari pola dan struktur penggabungan yang ada, maka wajar jika muncul kekhawatiran BRIN itu akan bermetamorfosa menjadi lembaga politik. Dua indikasi yaitu adanya struktur Dewan Pengarah dan Ketua Dewan Pengarah yang tidak lain adalah Ketua Umum PDIP. Jadi wajar jika disimpulkan BRIN adalah lembaga riset yang dibentuk untuk kepentingan politik. Riset terarah dan di bawah komando ketua partai politik.

Lalu ada apa dengan Megawati ’sang komandan’? Ternyata ia bukan hanya menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN tetapi juga merangkap sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP. Unik bahwa ideologi politik dan riset terintegrasi. Riset dalam rangka ’political ideology’.

Megawati adalah putri Bung Karno yang di masa Demokrasi Terpimpin dulu juga membuat lembaga riset terintegrasi MIPI (Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia), cikal bakal LIPI. Keberadaannya mengambil pola lembaga riset negara Eropa Timur, Uni Sovyet, dan Tiongkok di mana peran negara dominan. Berbeda dengan negara Eropa Barat dan Amerika yang lebih memberi tempat pada swasta untuk mengembangkan riset.