Eramuslim.com – AKHIRNYA Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo tidak menghadiri penganugerahan Bintang Mahaputera oleh Presiden RI. Sebagai pemerintah tentu sudah memenuhi kewajibannya. Di lain pihak Pak Gatot juga memiliki prinsip kuat untuk menolaknya.
Terlepas dari narasi surat yang dikirim kepada Presiden tetapi sikap tidak menghadiri dalam situasi keprihatinan kesehatan dan politik seperti ini cukup memberi pesan aspiratif.
Publik bisa menilai konten pesan tersebut, yaitu:
Pertama, dengan menolak hadir pada penganugerahan yang bukan 17 Agustus adalah kritik atas pengubahan budaya yang berlaku. Hari Pahlawan sebaiknya khusus untuk penghormatan dan penghargaan para pahlawan. Waktu yang spesial.
Kedua, Bintang Mahaputera untuk purna tugas setingkat Menteri tidak baik dipecah sebagian pada Hari Pahlawan. Dengan protokol kesehatan semua dapat diberikan pada 17 Agustus sebagaimana biasanya.
Ketiga, solidaritas prajurit yang luar biasa tidak “makan tulang kawan”. Teman seperjuangan KAMI sedang menghadapi kesulitan berupa penahanan. Tidak bagus menerima penghargaan ditengah “korps” menghadapi kesulitan. Harus senasib sepenanggungan.
Keempat, menjadi salah seorang Presidium KAMI adalah amanah untuk memimpin menyelamatkan bangsa. KAMI menilai bangsa dapat tidak selamat di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Tidak baik menerima kalungan penghargaan dari Presiden yang mesti diluruskan berbagai kebijakannya.
Kelima, Gatot Nurmantyo adalah pemimpin bangsa. Pemimpin yang diharapkan konsisten berjuang terus bersama rakyat. Dalam situasi normal, 2024 adalah peluang untuk amanah kepemimpinan nasional. Dalam situasi darurat, dengan tetap bersama rakyat maka menjadi lebih kuat.
Menko Polhukam tidak jelas menyatakan bahwa penghargaan diterima, akan tetapi suara pemerintah lain menyatakan penghargaan justru kembali ke negara.
Apapun itu, Gatot Nurmantyo telah menunjukkan kualitas dan sikap konsistennya. Sesuatu yang patut diapresiasi dan sudah sesuai dengan apa yang memang diharapkan rakyat.
Bravo, Jenderal!
(Penulis: M. Rizal Fadillah, Pemerhati politik dan kebangsaan.)