Berpihak Pada Oligarki Hati Hati Jokowi Bisa Tergelincir Minyak Goreng

Oleh Djony Edward, Wartawan Senior FNN

HARGA minyak goreng beberapa hari belakangan semakin licin, tidak bisa diatur, dan cenderung membuat para ibu-ibu pusing tujuh keliling. Kalau di Januari 2022 harga minyak goreng kemasan masih di level Rp14.000, bahkan di Februari 2022 turun menjadi Rp11.500, maka di bulan Maret 2022 harga itu semakin liar.

Di beberapa daerah harga minyak goreng kemasan itu melesat sampai Rp50.000, bahkan ada yang menjual sampai Rp70.000. Ratusan, bahkan ribuan ibu-ibu harus mengantre mengular di berbagai daerah, seolah mengingatkan kita pada zaman PKI rakyat antre untuk mendapatkan beras. Ketika harga minyak diturunkan, minyak pun ikut hilang di pasaran.

Melihat situasi yang tidak menentu tersebut, akhhirnya Pemerintah memutuskan sejumlah kebijakan terkait melambungnya harga minyak goreng di pasar. Dalam sebuah rapat internal terbatas di Istana Merdeka pada Selasa (15/3), Presiden Jokowi memutuskan.

Pertama, harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan diserahkan dengan harga keekonomian atau diserahkan kepada pasar. Artinya, tanpa HET, harga minyak diserahkan kepada keinginan para pengusaha.

Kedua, untuk harga minyak curah ditetapkani Rp14 ribu per liter disaat harga minyak sawit hasil produksi di kisaran Rp15.000. Artinya Pemerintah mensubsidi penjualan minyak curah.

Ketiga, Polri diperintahkan untuk mengawasi distribusi dan penerapan harga minyak goreng sebagaimana yang telah diputuskan Pemerintah.

Melihat gestur kebijakan Pemerintah terkait kenaikan harga minyak goreng di seluruh Indonesia sangat jelas, bahwa Pemerintah pro kepada pengusaha, pro kepada oligarki. Sebaliknya Pemerintah mengorbankan rakyat untuk bisa membeli harga minyak goreng lebih mahal, sesuai harga yang dikehendaki oligarki.