Beramai-ramai Mengolok-olok Presiden

Sumpah-serapah dan ungkapan yang menghina mengalir deras dalam media sosial dan percakapan keseharian rakyat. Sesuatu yang memang belum pernah terjadi pada presiden dan rezim kekuasaan sebelumnya. Miris memang, tapi apa boleh dikata.

Jokowi kini telah menjadi simbol betapa begitu rendahnya rakyat memperlakukan presidennya. Menggambarkan betapa lingkungan istana sudah tidak dianggap sesuatu yang sakral.

Tampilan rezim kekuasaan secara bertubi-tubi mengalami perlakuan sinis publik yang menohok. Mulai dari perumpamaan binatang seperti diksi kecebong dan kodok, boneka pinokio hingga raja pembohong dan raja hutang menyemat pada sosok Jokowi.

Semua hal-hal yang merendahkan dan menista terlontar publik menghujam keberadaan dan eksistensi Jokowi dan rezimnya selama 7 tahun ini.

Mungkin ini telah menjadi bola pantul yang dilempar oleh kekuasaan pemerintahan Jokowi. Diarahkan pada rakyat namun berbalik ke diri sendiri. Perlakuan yang menindas dan dzolim pada rakyat berbuah ketidakpercayaan dan perlawanan rakyat.

Merendahkan agama sembari menindas rakyat khususnya umat Islam, terpatri dalam sanubari yang tak akan pernah terhapus. Semua kebohongan Jokowi yang melegenda itu pada akhirnya menistakan Jokowi sendiri.

Menghancurkan dengan sendirinya kepribadiannya yang selama ini rapuh karena dibangun di atas dasar pencitraan. Jokowi juga menjadi representasi runtuhnya kewibawaan istana.

Mengejek dan mengolok-olok Jokowi apalagi sebagai presiden. Bukanlah hal yang baik dan beretika. Akan tetapi, rakyat juga tidak bisa disalahkan begitu saja. Untuk menghindari kontroversi dan polemik.

Lebih baik ambil solusi kongkrit. Segera meminta rakyat berhenti mengejek dan mengolok-olok presiden. Demikian pula dengan Pak Jokowi. Agar tidak terus menerus menjadi bahan ejekan dan penghinaan.

Sebaiknya Jokowi mundur dari jabatan presiden. Sehingga presiden dan istana tetap terhormat dan berwibawa di hadapan rakyat.

 

[FNN]

Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.