Bentrok Ormas Islam dengan Ahmadiyah Bisa Terjadi Lagi Jika Aparat Tidak Tegas

Bentrokan yang terjadi kemarin antara ratusan kader ormas Islam dengan warga Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Jalaksana, Kuningan Jabar, bisa terjadi lagi jika aparat tidak tegas. Hal ini karena aparat dan pemda dinilai belum maksimal dalam menutup sarana ’dakwah’ dari Jamaah Ahmadiyah setempat.

Ketegasan sebenarnya sudah diperlihatkan pemda pada Rabu kemarin saat menutup masjid An-Nur yang menjadi sarana ’dakwah’ jamaah Ahmadiyah. Puluhan satpol PP menutup jendela dan pintu masjid dengan palang kayu.

Tapi, upaya penutupan ini mendapat perlawanan keras dari warga Ahmadiyah yang juga penduduk sekitar masjid. Mulai dari pemuda, ibu-ibu, dan orang tua meneriakkan sumpah serapah kepada satpol PP. Bukan itu saja, warga pun melempari satpol PP dan sejumlah aparat kepolisian yang ikut dengan batu.

Reaksi keras warga Ahmadiyah setempat yang begitu massif dan ditayangkan stasiun televisi, kemungkinan besar menjadi pemicu kemarahan sejumlah ormas Islam untuk melakukan tindakan. Mereka berasal dari wilayah Kuningan, Ciamis, dan sekitarnya. Di antara ormas tersebut adalah Gerakan Anti Pemurtadan.

Akhirnya, sehari setelah kegagalan satpol PP menutup masjid An-Nur, ratusan kader ormas Islam tersebut berupaya untuk menutup paksa fasilitas Ahmadiyah yang dinilai ilegal. Tentu saja, tindakan ini berpotensi besar terjadi bentrok massal antara ormas Islam dengan warga Ahmadiyah.

Ilegalnya Ahmadiyah sebenarnya bukan hal baru. Setelah keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia dan sejumlah ormas Islam seperti Nahdhatul Ulama atau NU tentang sesatnya Ahmadiyah, pemerintah bersama tokoh ormas sudah membuat semacam surat kesepakatan. Di antara isinya, pelarangan terhadap kegiatan ’dakwah’ Ahmadiyah, termasuk penggunaan fasilitas seperti masjid.

Inilah yang menjadi titik sengketa antara ormas Islam dengan warga Ahmadiyah. Kenapa Ahmadiyah dinilai masih membandel dengan melakukan perlawanan, termasuk perlawanan kepada aparat hukum.

Tuduhan ketidaktegasan pemda muncul karena kasus bentrokan ini bukan kali pertama terjadi di sekitar Masjid An-Nur. Sebelumnya, pada tiga tahun lalu, sejumlah ormas Islam sudah memberikan peringatan keras kepada warga Ahmadiyah Masjid An-Nur untuk menutup segala kegiatannya.

Dengan kata lain, selama tiga tahun setelah terjadinya bentrokan pada 2007, ketegasan aparat pemda belum memperlihatkan hasil maksimal. Dan kegeraman ormas Islam menjadi tidak lagi terbendung ketika pada Rabu kemarin, aparat justru menjadi bulan-bulanan warga Ahmadiyah.

Bagusnya, dalam bentrok kemarin, aparat kepolisian tidak terpancing untuk melakukan kekerasan terhadap kader ormas Islam dan warga Ahmadiyah. Namun, potensi bentrokan tetap akan terjadi jika aparat tidak melakukan hal yang lebih tegas terhadap kegiatan ’dakwah’ Ahmadiyah di desa sejuk ini.

Ada kesepakatan sementara antara ormas Islam, pemda, dan warga Ahmadiyah. Mereka diberi waktu hingga tiga hari sebelum bulan suci Ramadhan, atau sekitar hari Sabtu atau Ahad depan untuk menutup sendiri masjid An-Nur. Jika itu tidak dilakukan, bentrokan susulan tampaknya akan sulit terhindarkan. Dan tidak tertutup kemungkinan, bentrokannya bisa jauh lebih besar dari yang terjadi pada Kamis kemarin. mnh

foto ilustrasi: mediaindonesia