by M Rizal Fadillah
Kejutan terjadi dari salah satu negara ASEAN Vietnam. Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc mengundurkan diri karena ada bawahan yang terlibat korupsi. Padahal itu terjadi saat Nguyen masih menjadi Perdana Menteri. Dua Deputy Perdana Menteri melakukan kejahatan terhadap uang rakyat.
Baginya tanggungjawab atasan atas kesalahan bawahan menjadi penting. Langsung atau tidak tentu berhubungan. Moral kepemimpinan yang baik adalah menyesal dan ikut merasa bertanggungjawab. Mundur adalah tenggang rasa sekaligus sikap ksatria. Itu yang dilakukan Presiden Nguyen Xuan Phuc.
Vietnam bukan negara terpuruk, bahkan termasuk negara dengan pertumbuhan ekonomi yang bagus. Pada tahun 2018 mencapai angka 6,6 % sedangkan Indonesia 5,4 %. Malahan kini pada kuartal II 2022 ketika Indonesia sulit menyentuh 6% justru Vietnam mencapai 7,72 %.
Sejak Reformasi Doi Moi 1986, Vietnam berkembang pesat. 90 % warga bergerak di sektor pertanian. UMKM kuat, ekspor terbesar beras, kopi, karet, kacang-kacangan dan produk perikanan. Vietnam adalah negara “next eleven” berprospek menjadi negara maju.
Nguyen Xuan Phuc memimpin negara yang bagus perkembangannya. Menjadi Presiden sejak 2021. Sebelumnya menduduki beberapa jabatan kenegaraan. Ia tidak serakah memperpanjang jabatan bahkan karena “bersih” ia ringan saja untuk mengundurkan diri. Tidak menjadikan jabatan Presiden untuk berperilaku KKN. Anak buah korupsi ia mundur.
Presiden Indonesia harus belajar banyak pada Presiden Vietnam. Presiden Jokowi telah gagal membawa Indonesia menjadi negara pertumbuhan ekonomi pesat. Stagnan bahkan potensial menurun.
Berbeda dengan Vietnam yang dilirik investor, kita mengemis-ngemis mencari investor. Dengan mengobral lahan dan menawarkan insentif segala. Menggadaikan kedaulatan pun nanpaknya siap-siap saja. KKN semakin merajalela.
Vietnam tidak perlu punya aturan agar Presiden mundur, sementara Indonesia memiliki Tap MPR No VI tahun 2000 yang memberi jalan bagi Presiden dan pejabat negara lainnya untuk mundur teratur. Etika diwadahi oleh peraturan perundang-undangan. Sayangnya norma tinggal norma tetapi perilaku politik mengesampingkan norma itu.
Vietnam negara sosialis yang tidak memiliki sila ketuhananan dan kemanusiaan akan tetapi menjaga dan menjalankan nilai moral dan etika.
Jika belajar dari Vietnam Presiden Jokowi seharusnya mundur atas kegagalannya memimpin bangsa. Korupsi faktanya tumbuh subur sebagaimana diakui oleh Mahfud MD. Mahfud pula yang pernah mengingatkan soal Tap MPR No VI tahun 2000 tersebut. Mahfud MD juga yang berbicara tentang lingkungan “Iblis” dalam Pemerintahan.
Mahfud MD sendiri tidak mundur demikian juga dengan Jokowi dan lainnya. Para pejabat ambivalen memang mahir dalam berteori dan bermanis kata. Akan tetapi sulit untuk melaksanakannya.
Vietnam memberi pelajaran, tetapi kita tidak mau belajar. Mungkin ia atau mereka berkata kita bukan Vietnam, kita adalah negara Pancasila. Negara yang jauh lebih hebat. Para pemimpin yang merakyat dan melayani rakyat dengan sepenuh jiwa. Pemimpin berkelas dunia yang berjuang terus pantang mundur. Jika ada yang menyimpang termasuk melakukan korupsi maka itu hanya bunga-bunga saja.
Mundur ? Oh tidak. Berjuang dan berkuasa hingga babak belur adalah prinsip. Ketika rakyat sudah tidak percaya, tidak apa-apa juga sebab rakyat hanya kumpulan orang-orang yang mudah dininabobokan, diarahkan kemauannya dan diredam kemarahannya.
Alat kekuasaan ada padaku. Aku adalah segala-galanya. Negara adalah aku dan aku adalah negara.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 20 Januari 2023