Jadi, apa kira-kira kesimpulan tentang ‘calling visa’ untuk orang Israel? Yang paling masuk akal ialah kategori investasi atau tenaga kerja ahli. Dan sangat mudah terbaca bahwa sesungguhnya tujuan utama ‘calling visa’ untuk delapan negara itu adalah memudahkan orang Israel masuk ke Indonesia. Baik yang membawa duit investasi maupun keahlian.
Ketujuh negara dengan kategori konflik ideologi tadi hanya sebagai ‘penghias’ kebijakan khusus untuk Israel itu. Agar terlihat kebijakan ‘calling visa’ ini bukan untuk orang Israel saja.
Padahal, tujuan utamanya adalah untuk memudahkan orang Israel masuk ke sini. Hanya untuk orang Israel saja. Tidak mungkin untuk orang Kamerun, Somalia, Liberia, Guinea, Afghanistan, apalagi Korea Utara.
Kalau pun ada permohonan untuk orang dari tujuh negara selain Israel, lagi-lagi itu sebagai tindakan kosmetik saja. Paling-paling satu-dua yang akan diberi ‘calling visa’ itu. Sekadar ada bukti saja.
So, beginilah cara licik pemerintah “menyeludupkan” orang Israel yang siap membawa uang ke negara ini. Sangat wajar diduga bahwa kebijakan yang memudahkan investor pro-Zionis ini sudah dirancang dengan rapi oleh para pejabat tingkat tinggi.
Satu hal lagi yang pantas dicatat ialah bahwa pembukaan kembali ‘calling visa’ untuk Israel dan tujuh negara lainnya itu dilakukan di tengah hiruk-pikuk kepulangan Habib Rizieq Syihab (HRS) dan heboh soal kerumunan. Dan bersamaan pula dengan tindakan Pangdam Jaya mencopot baliho HRS. (Dan juga ditahannya HRS oleh polisi)
Di negara-negara Eropa, cara ini terkenal dengan istilah “burying bad news” (mengubur berita buruk) ketika publik sibuk dengan isu-isu lain.(FNN)
Penulis: Asyari Usman, wartawan senior FNN.co.id