Eramuslim.com – Berbeda dengan peristiwa pengembalian uang bibit jagung, pengembalian uang 2 milyar rupiah dari Pemuda Muhamadiyah kepada Kemenpora mengungkap sisi lain soal cara pemerintah menangani potensi konfli horizontal di tengah keterbelahan masyarakat.
Sebelum bicara sisi lain, simak dulu sisi fakta yang keluar dari pernyataan Dahnil Anzar. September 2017, Dahnil ketum Pemuda Muhamadiyah dan Gus Yaqut ketum GP Ansor diundang oleh Menpora Imam Nahrawi.
Tujuan pertemuan itu, untuk meminimalisir konflik horizontal dan menepis isu kriminalisasi ulama. Menpora ingin menyatukan secara simbolik dua basis pemuda yang mewakili NU dan Muhammadiyah. Menpora menawari GP Ansor dan Muhammadiyah bikin kegiatan bersama.
Karena berdasarkan UU kepemudaan usia Dahnil yang sudah 35 tahun itu tidak memenuhi syarat mewakili pemuda, ditunjuklah salah satu ketua Pemuda Muhammadiyah, Ahmad Fanani.
Berdasarkan permintaan Kemenpora, maka diajukanlah proposal untuk kegiatan tablgih akbar di beberapa kota dan tentu saja sekalian untuk biaya memobilisasi massa. Pemuda Muhammadiyah dikasih duit 2 milyar, GP Ansor yang massanya lebih banyak dapat 3,5 milyar rupiah.
Walaupun Kemenpora tahu duit 2 milyar dan 3,5 milyar itu untuk kegiatan tabligh akbar di beberapa kota, tapi rupanya Presiden Jokowi punya agenda berbeda. Maka tentu saja Kemenpora memilih agenda presiden, yakni apel bersama Pemuda Muhammadiyah dan GP Ansor di Prambanan yang akan dihadiri oleh Presiden Jokowi. Singkat cerita, acara itu berlangsung sukses dari segi penyelenggaraan. Soal apakah berdampak pada keterbelahan masyarakat, kayanya nggak ngefek tuh.