Ayo Pak Jokowi, Bicaralah Nyatakan Sikap Tegas (Lagi)

Makar terhadap Pasal 7 UU 1945

Masa jabatan presiden jelas diatur dalam UUD 1945 Pasal 7. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Artinya, masa jabatan presiden ditetapkan maksimal dua priode.

UU 1945 merupakan “kitab suci ” negara yang wajib dipatuhi lebih- lebih oleh pejabat negara. Wacana Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, dan Muhaimin Iskandar dapat dianggap perbuatan percobaan makar terhadap konstitusi negara. Dengan modus sama, ketiganya “mencatut” atas nama rakyat konstituennya mendistribusikan wacana itu.

Padahal, semestinya menjadi kewajiban para penyelenggara negara itu menerangkan pasal 7 UU 45 kepada rakyat  yang bertanya maupun mengusulkan Jokowi lanjut priode ketiga. Kalau itu benar adanya.

Namun, ketiganya malah mempertunjukkan secara terang benderang ketiadaan “moral clarity”, menurut istilah pengamat politik Rocky Gerung. Moral Clarity (kejernihan moral)
dinilai Rocky hilang pada penyelenggara  negara, termasuk surveyor atau pengusaha  polling dan sebagian pers.

Itu disampaikan Rocky ketika berbicara sebagai penutup di  Indonesia Lawyers Club (ILC), Jumat ( 25/2) malam. Dipandu wartawan senior Karni Ilyas, talkshow itu mengangkat tema “Harga- Harga Naik Tapi Rakyat Puas Terhadap Jokowi-Ma’ruf Amin”.

Menampilkan pembicara, antara lain, ekonom Rizal Ramli, politisi PDI-P Arya Bima, dan surveyor Burhanuddin Muchtadi.

Rocky mengecam para politisi yang tidak malu, mau menebeng (menumpang) perpanjangan waktu masa jabatan tanpa dipilih oleh rakyat Dia menyoroti Burhan Muchtadi yang bersandar hanya pada kata  responden tanpa  disertai moral clarity. “Konstitusi sudah membatasi, ngapain lagi menanyakan kemungkinan mengubah itu pada rakyat.  Pasal 7 itu mestinya disikapi sama dengan NKRI, harga mati,” tandas  Rocky.

Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. Guru Besar Hukum Tata Negara Senior Partner INTEGRITY Law Firm  menganggap wacana penundaan Pemilu 2024 adalah pelecehan konstitusi.

“Kalaupun prosedur perubahan konstitusi ditempuh, perubahan yang dilakukan dengan melanggar prinsip konstitusionalisme yang pondasi dasarnya adalah pembatasan kekuasaan, adalah batal demi konstitusi itu sendiri (constitutionally invalid),” kata dia.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM  itu juga meminta Presiden Jokowi segera bicara menyatakan sikapnya secara tegas.

“Seharusnya Presiden Jokowi, sebagai Kepala Negara segera meluruskan pelanggaran serius ini. Itu kalau Beliau serius dengan sumpah jabatannya di atas Al Qur’an untuk menjalankan konstitusi dengan selurus-lurusnya, dan jika Beliau tidak ingin dianggap sebagai bagian dari pelaku yang justru mengorkestrasi pelanggaran konstitusi bernegara tersebut,“ tambahnya.