Fase Kelima: memasuki abad ke-21, si peremot balkanisasi nusantara mulai membaca fenomena, bahwa konflik bermenu (isu) sektarian yang mengeksploitasi kebencian atas keanekaan SARA dan perbedaan afiliasi politik memang mudah dibakar di satu sisi, tetapi skalanya lokal pada sisi lain. Hanya sporadis dan bersifat kedaerahan.
Konflik sektarian sulit meluas dan tidak mampu berkembang hingga skala nasional. Kenapa? Mungkin karena faktor kemajemukan, heterogenitas serta kebhinekaan. Jadi, tergembosi secara alamiah.
Tatkala 2016 terjadi Aksi 212 di Monas, Jakarta, bergema hingga ke berbagai belahan dunia akibat besarnya jumlah massa namun tertib dan berjalan damai. Hampir tidak ada sampah dan rumput terinjak. Di sini, si peremot mulai menyadari bahwa isu sentimen (agama) lebih efektif untuk mengobarkan emosi warga serta menggerakkan massa dalam jumlah signifikan ketimbang isu-isu sebelumnya termasuk isu sektarian.