Oleh Asyari Usman
Tidak sering saya minta Anda agar membaca tulisan dengan tuntas. Tulisan ini salah satu yang saya mohon agar dicermati.
Sekarang ini ada naskah atau rancangan undang-undang yang disebut RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Yaitu, tentang status Jakarta yang tidak lagi ibukota negara. Sebutannya bukan lagi Daerah Khusus Ibukota (DKI). Karena, sesuai keinginan Presiden Jokowi, Jakarta bukan lagi ibukota negara.
Kemunculan RUU ini nyaris tak terdengar. Entah karena tertimbun begitu banyak peristiwa politik atau karena disembunyikan dan tiba-tiba diketuk oleh DPR menjadi UU nantinya.
RUU ini dikatakan sebagai inisiatif DPR. Namun, tidak jelas siapa sebenarnya yang mengusulkan RUU yang penuh kelicikan ini. Yang sangat aneh dan kontroversial adalah pasal 10 ayat (2). Di sini disebutkan bahwa gubernur dan wakil gubernur DKJ akan ditunjuk langsung oleh presiden. Tidak melalui pilkada.
Dikabarkan, sembilan parpol di DPR akan menyetujui RUU ini. Hanya PKS yang menyatakan penolakan terhadap usul yang penuh muslihat ini.
Muslihat? Ya, memang RUU ini total muslihat. Dan sewenang-wenang. Bisa tercium maksud jahat di balik RUU DKJ. Ini akal bulus para penguasa untuk menjegal upaya perbaikan negara ini.
Tidak hanya itu. Sangat pantas diduga ada skenario licik untuk memuluskan pembangunan dinasti kekuasaan keluarga Jokowi.
Mari kita telusuri tujuan jahat RUU DKJ ini. Jika disahkan oleh DPR, maka presiden akan menunjuk langsung orang yang dia sukai sebagai gubernur. Kalau Anies Baswedan yang terpilih di pilpres 2024, insyaAllah tujuan licik RUU ini bisa dicegah. Tapi, kalau Gibran yang terpilih sebagai wakil presiden maka akan leluasalah keluarga Jokowi untuk memperkuat, memperluas dan memperpanjang dinastinya.
Lompat lagsung ke skenario Prabowo presiden 2024. Dia akan tunjuk gubernur Jakarta untuk lima tahun sampai 2029. Setelah itu bisa ditunjuk kembali. Lalu, apa muslihat yang disiapkan lewat penunjukan gubernur dan wagub DKJ?
Tujuan besarnya adalah untuk mengamankan Gibran di pilpres 2029. Lho, kok terlalu jauh dan terasa enggak ‘nyambung?
Tunggu dulu. Ini penjelasannya. Bahwa Gibran akan dimenangkan oleh KPU di pilpres 2024. Katakanlah Prabowo akan menyelesaikan masa jabatan hingga 2029. Maka, dipastikanlah Gibran akan maju sebagai capres.
Nah, agar Gibran bisa mulus di pilpres 2029, maka semua ancaman dari kontestan lain harus disingkirkan. Siapakah ancaman itu?
Ancaman itu adalah Anies Baswedan. Anies akan menjadi ancaman kalau dia bisa ikut pilkada DKJ pada November 2024 setelah, na’udzibillah, dinyatakan kalah oleh KPU di pilpres 2024. Jika Anies ikut pilkada 2024, dia bisa dengan mudah kembali menjadi gubernur DKJ. Inilah ancaman bagi Gibran di pilpres 2029.
Anies tentu masih segar dan makin kuat untuk ikut pilpres 2029. Jokowi melihat ini sejak sekarang. Dan sejak sekarang pula dia menyiapkan langkah agar Anies tidak mengganggu Gibran di pilpres 2029.
Langkah itu adalah UU DKJ yang menghapuskan pilkada di Jakarta. Gubernur, seperti disebut pasal 10 ayat (2) UU DKJ kalau kelak disahkan, akan ditunjuk langsung oleh presiden.
Berbekal wewenang untuk menunjuk langsung gubernur Jakarta, tentunya “Presiden Prabowo” tidak mungkin menunjuk Anies. Dia akan menunjuk entah siapa.
Dengan begini, hilanglah Anies dari panggung politik. Gibran pun menjadi capres 2029 tanpa lawan yang kuat. Dan, ingat, Gibran akan didukung habis-habisan oleh oligarki bisnis.
Dari sisi oligarki bisnis ini pula bisa dipastikan Anies semakin tidak mungkin akan ditunjuk oleh Prabowo kembali menjadi gubernur. Mengapa? Karena oligarki masih akan melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta yang dihentikan oleh Anies.
Setelah Anies lenyap dari pilpres 2029, Anda bisa bayangkan apa yang akan terjadi. Karena itu, RUU DKJ adalah salah satu musuh rakyat hari ini. Jangan sampai disahkan oleh DPR menjadi UU. Dan jangan sampai gubernur Jakarta ditunjuk oleh presiden.
Karena itu, kalau Anda sedang berada di gunung, turunlah. Kalau sedang nyenyak, bangunlah segera.[]
7 Desember 2023
(Jurnalis Senior Freedom News)
Tampang lugu tapi otak kriminal, licik dan jahat.